Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Demo Dugaan Suap dan Penggelapan Pajak, Ironi di Balik Citra Sosial PT Sugar Group Companies
Lampungpro.co, 14-Jun-2025

Amiruddin Sormin 1059

Share

Ilustrasi kasus SGC Lampung. LAMPUNGPRO.CO

JAKARTA (Lampungpro.co): Akai demo kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan PT Sugar Group Companies (SGC) kian mengemuka dalam sepekan terakhir. Kejaksaan Agung RI kini intensif menyelidiki aliran dana puluhan miliar rupiah yang disebut-sebut berasal dari salah satu perusahaan produsen gula terbesar di Indonesia asal Lampung itu, dengan dugaan menyuap pejabat Mahkamah Agung (MA) demi memenangkan sengketa bisnis.

Penyelidikan ini menyeret nama pemilik SGC, Purwanti Lee, yang disebut sebagai pemberi dana suap kepada eks pejabat MA Zarof Ricar, senilai Rp50 miliar. Dana tersebut diduga untuk mengamankan putusan kasasi dalam sengketa antara SGC dengan perusahaan asing Marubeni di tingkat MA.

Pada akhir Mei 2025, penyidik Kejaksaan Agung menggeledah rumah mewah milik Purwanti Lee di kawasan elit Jakarta setelah dua kali mangkir dari pemanggilan. Tak hanya itu, sejumlah petinggi SGC, termasuk Direktur Utama, juga turut diperiksa sejak April 2025 lalu. Nama Gunawan Yusuf, kakak kandung Purwanti, yang juga dikenal sebagai pengendali utama grup ini, ikut disebut dalam dokumen penyidikan.

Hingga kini, Kejagung belum menetapkan tersangka dari pihak perusahaan. Namun Zarof Ricar telah resmi ditetapkan sebagai tersangka TPPU.

Gelombang aksi demo dari Koalisi masyarakat sipil seperti Akar Lampung, Keramat Lampung, dan Pematank menyuarakan desakan keras kepada Kejagung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar bertindak tegas. Mereka menuding SGC telah lama menyimpan “tiga dosa besar” di Lampung, yakni penggelapan pajak skala besar, pelanggaran Hak Guna Usaha (HGU) dengan penguasaan lahan melebihi batas izin dan pembakaran tebu saat panen yang mencemari lingkungan dan berdampak buruk bagi masyarakat.

Data koalisi menyebut SGC menguasai lebih dari 75.000 hektare lahan, bahkan diperkirakan mencapai 124.000 hektare di sejumlah titik, melampaui izin HGU yang sah. Perusahaan ini dituding mempermainkan perpajakan, menyamarkan aset, dan memanfaatkan celah regulasi untuk menghindari kewajiban negara.

Dugaan Relasi Politik dan Ekonomi Lokal

Di balik sengketa hukum tersebut, tersiar pula dugaan keterlibatan politik lokal. SGC dituding memiliki relasi khusus dengan mantan pejabat tinggi Lampung. Dengan spekulasi bahwa sebagian dana perusahaan dipakai untuk mendanai kandidat kepala daerah.

Hubungan yang menguat ini memunculkan pertanyaan besar soal netralitas aparat dan konsistensi penegakan hukum. Kejaksaan Tinggi Lampung dikabarkan tengah mendalami indikasi keterlibatan mantan Gubernur Lampung dalam melindungi kepentingan korporasi ini.

Ironi di Balik Citra Sosial

Meski selama ini SGC tampil sebagai perusahaan yang aktif dalam kegiatan CSR seperti pembangunan sekolah, pemberian beasiswa, dan pelayanan kesehatan gratis lewat klinik-klinik di kawasan perusahaan, masyarakat tetap mempertanyakan konsistensi etika korporat. “Gulaku mungkin manis, tapi kalau dibaliknya penuh penindasan, itu pahit untuk rakyat Lampung,” ujar Diki Firmansyah dari Pematank.

Koalisi masyarakat sipil mendesak Kejagung segera menetapkan pemilik SGC sebagai tersangka. Mereka juga mendesak agar KPK mengambil alih kasus ini demi menghindari intervensi kepentingan dan menjaga independensi penyidikan.

“Kami mendukung Kejagung, tapi jangan sampai kasus ini diseret ke arah kompromi kekuasaan,” kata Mulyono, koordinator Keramat Lampung.

Berdarsarkan analisis Lampungpro.co dari berbagai sumber, ironi SGC ini meliputi dugaan suap Rp50 miliar ke eks MA. Dilanjutkan penggeledahan rumah pemilik, belum ada tersangka dari korporasi.

Kemudian, masalah pajak dan izin penguasaan lahan melebihi HGU resmi, dugaan penggelapan pajak, pembakaran tebu tanpa pengawasan. Politik lokal berupa dugaan pembiayaan politik lewat jaringan kekuasaan di Lampung.

Dari sisi lingkungan dan sosial berupa pencemaran udara akibat pembakaran tebu, pengusiran petani, ketimpangan lahan.

Reputasi bisnis program CSR dinilai tidak sebanding dengan dugaan pelanggaran hukum dan etika. (***)

Penyusun: Tim Lampungpro.co, Editor Amiruddin Sormin

#

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya

Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved