Lalu, ada komponen pembayaran leasing untuk sewa pesawat 20 persen. Perusahaan leasing ini lebih didominasi Eropa dan AS. Imbasnya, perbaikan atau maintenance dikuasai kedua perusahaan tersebut karena tipe pesawat didominasi oleh Boeing dan Airbus.
"Jadi kami sangat tergantung pada fluktuasi dan license dari Airbus dan Boeing. Sebanyak 10 persennya biaya pegawai yang perlu makan. Dari Garuda sendiri 10 ribu karyawan, Citilink 2.000 , Sriwijaya 4.500. Jadi, ini masyarakat yang perlu kami biayai dan masuk dalam komponen cost kita," ungkapnya.
Dari semua komponen pengeluaran tersebut, Ari menyebutkan margin keuntungan yang didapat maksimal hanya 3 persen saja. Itupun jika tarif tiket pesawat yang diterapkan mendekati tarif batas atas. "Tiga persen itu sudah paling bagus dengan harga selangit (tiketnya). Sementara kemarin ketika Nataru untuk maskapai full service, kenaikannya tidak lebih dari batas atas. Sedangkan LCC hanya 60-70 persen dari batas atas," ungkap dia.
Ari mengaku kaget saat tarif pesawat bisa menjadi isu nasional. "Kondisi saya ini enggak mengerti kenapa jadi isu nasional, sehingga sebelum kami akan menurunkan harga tiket pun pada tanggal 14 Januari dari high season jadi low season itu sudah dijadikan isu nasional dan sebelum itu kami sudah menurunkan," tegas dia.
Dia juga mengaku telah banyak dicecar pertanyaan tentang kapan tarif pesawat akan turun. Kemungkinan pengurangan tarif rata-rata yang bisa dilakukan oleh maskapai adalah 30 persen. Perhitungan ini sudah sesuai dengan batas terendah agar maskapai tidak rugi. "Itu batas kemampuan mereka. Itu batas yang mereka bisa kompensasikan supaya tidak rugi."
Kondisi itu memaksa maskapai untuk berinovasi mencari sumber pendapatan lain agar tidak rugi. Sebab pendapatan dari penjualan tiket tidak mampu menutup pengeluaran. "Lion Air dari baggage, Garuda dari kargo. Dari harga tiket sendiri, kita sudah kelelep," ujarnya.
Kondisi ini juga diperparah oleh keputusan pemerintah yang tidak menaikkan tarif batas atas pesawat sejak tahun 2016 dengan pertimbangan daya beli masayrakat. Padahal, moda tranportasi lain seperti bus dan kereta api tarifnya sudah naik berkali-kali.
"Kami mengerti pemerintah tidak bisa menaikkan dari 2016 karena melihat daya beli masyarakat. Oleh karena itu, kami tidak pernah demo untuk menaikkan harga," ujarnya. Selain itu, maskapai juga masih memiliki pengeluaran layanan infrastruktur seperti untuk pengelola bandara, yaitu Angkasa Pura dan Airnav selaku pengatur lalu lintas udara. (***/PRO3)
Berikan Komentar
Sebagai salah satu warga Bandar Lampung yang jadi korban...
4140
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia