BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.com): Ketua Lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif Nahdlatul Ulama (NU) Kota Bandar Lampung Abdul Azis mengatakan sarung merupakan budaya khas Indonesia. Sarung yang identik dengan orang Islam, kata Azis, pada dasarnya karena ada akulturasi antara ajaran dengan budaya setempat.
Sarung biasa digunakan di banyak pondok pesantren di Indonesia untuk menutup aurat. "Ajarannya menutup aurat, tapi kan tidak dijelaskan harus menutup menggunakan apa," kata Azis dalam bedah buku Metamorfosis Kaum Sarungan karya M Iwan Satriawan, di kantor III Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Lampung, Sabtu (28/10/2017) siang.
Azis mengatakan agama Islam tidak bersifat kaku. Namun, kata Azis, ada beberapa ajaran yang menjadi keharusan. Seperti contoh salat, di negara manapun, kata Azis salat wajib pasti lima waktu. Tetapi ketika masuk pada bacaan salat ada beberapa perbedaan. Ada yang menggunakan bacaan doa qunut saat salat Subuh, ada yang tidak. "Mahsab dalam Islam ada empat," kata Azis.
Lebih lanjut, ia menerangkan ajaran yang bisa diakulturasikan dengan budaya lokal. Sebelum masuk ajaran Islam, wanita bangsawan di Arab bisa memilih dan bersetubuh dengan sepuluh laki-laki pada waktu yang berbeda sebelum menikah. Wanita itu akan memilih laki-laki paling perkasa untuk dijadikan suami. Sebelum menikah, wanita itu dengan laki-laki pilihannya akan dikhitbah atau tunangan.
Azis menambahkan tunangan merupakan budaya lokal Arab. Sebelum Islam datang, sudah ada tunangan. Islam pun memperbolehkan tunangan, tetapi dalam kasus tersebut, hanya bertunangan yang diperbolehkan. "Kalau bersetubuh diluar nikah, ya haram, apalagi dengan lelaki yang berganti-ganti."
Pada bedah buku yang digelar oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Hukum Komisariat Universitas Lampung (Unila) ini, Azis mengatakan Islam di Indonesia banyak berakulturasi dengan budaya lokal. Seperti contoh Yasinan dan Istighasah. Selain itu, cara berpakaian orang Islam di Indonesia pun berakulturasi dengan budaya setempat. "Ada sarung dan batik yang sering digunakan di pesantren," kata salah satu pembanding pada acara bedah buku itu.
Sementara pembanding lain, Zulkarnain Zubairi, mengatakan sarung tidak identik dengan pondok pesantren dan NU. Tetapi, kata Zulkarnain, sarung identik dengan Indonesia. Saat ini kaum sarungan lulusan pesantren pun tidak hanya berkutat di masjid dan tempat ibadah. "Metamorfosis kaum sarungan sudah banyak, ada yang bisa jadi negarawan, ada sastrawan, dan masih banyak," kata alumni Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini.
Sedangkan, penulis buku M Iwan Satriawan menjelaskan kata metamorfosis. Kata Iwan, metamorfosis berarti selalu bergerak. Seseorang yang dulu identik memakai sarung kini banyak bergerak ke perubahan perbaikan. "Santri yang suka sarungan tidak hanya bisa membaca kitab kuning, bahkan bisa jadi pemimpin daerah," kata Iwan. (SYAHREZA/PRO2)
Berikan Komentar
Pemkot Bandar Lampung tak perlu cari TPA baru sebagai...
329
Lampung Selatan
25581
Humaniora
3473
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia