Menjadi pribumi pada saat kerusahan Mei 1998 adalah password untuk selamat. Siapa pun saat itu butuh disebut dan diakui pribumi. Bahkan menulis besar-besar toko dan kantornya dengan tulisan besar 'milik pribumi'.
Kata pribumi saat itu betul-betul dewa penolong. Namun ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyelipkan kata pribumi di pidatonya usai dilantik, Senin (16/10/2017), langsung jadi menjadi polemik. Anies dianggap tak melek aturan, hingga membuat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo akan mengkaji dengan seksama pernyataan mantan Rektor Universitas Paramadina tersebut.
Anehnya, reaksi justru muncul dari kelompok yang pada 1998 minta diakui sebagai pribumi. Tak puas berpolemik, Anies dianggap memecah belah bangsa sehingga harus diadukan ke aparat keamanan.
Memori pun melayang ke berbagai sudut sejarah, ketika Belanda membuat strata sosial yang memunculkan istilah pri dan nonpri. Belanda sukses menggolongkan manusia dengan status pribumi hingga priyayi. Selama bertahun-tahun, berbagai akulturasi budaya coba dilakukan untuk menghapus sekat-sekat buatan Belanda itu.
Kadang berhasil, kadang bergejolak. Hilang timbul tergantung 'olahan'. Menjelang pemilihan kepala daerah, para raja olah mengemas kata pribumi jadi posisi tawar dan ajimat meraih dukungan. Meski tak pernah terbukti apa hubungan 'kepribumian' seseorang dengan kinerjanya.
Hanya pada satu hal saya setuju kata pribumi dipakai, jika itu ditujukan pada pemberdayaan ekonomi kaum lemah yang dikenal dengan sebutan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Inilah sebenarnya akar masalah pengkhianatan terbesar kebijakan negara ini, ketika UUD 1945 mengamanatkan koperasi dan ekonomi kekeluargaan sebagai landasan, tapi yang muncul adalah konglomerasi.
Hampir seluruh pelaku UMKM adalah pribumi. Jadi, jangan pernah takut bicara pribumi jika menyangkut peningkatan kesejahteraan masyarakat yang termajinalkan karena sistem. Barangkali perlu dibuat kurikulum ekonomi pribumi atau mata kuliah ekonomi pribumi untuk mengangkat kembali kekuatan ekonomi pribumi yang pernah ditorehkan tokoh nasional macam Tjokroaminoto lewat Sarekat Dagang Islam.
Kangen juga mendengar sumpah serapah ala juragan batik Pekalongan yang melotot memarahi anaknya sambil bilang, "Tak sumpahi kamu jadi pegawai, kalau malas belajar." Prikitiwwww......
Tabik puuunnn...........
Amiruddin Sormin
Wartawan Utama
Berikan Komentar
Dukungan dan legacy yang besar, juga mengandung makna tanggung...
21666
Bandar Lampung
3819
Kominfo Balam
3574
272
15-Apr-2025
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia