Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

UIN Raden Intan Lampung Siap Terapkan Kurikulum Berbasis Cinta Untuk Generasi Masa Depan
Lampungpro.co, 11-Sep-2025

Febri 458

Share

UIN Raden Intan Lampung Saat Sosialisasikan Mutu Pendidikan Islam | Lampungpro.co/Dok UIN

KOTABUMI (Lampungpro.co): Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung melalui Fakultas Tarbiyah dan Keguruan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kementerian Agama RI mensosialisasikan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) di Gedung Pusiban, Kotabumi Selatan, Lampung Utara, Selasa (9/9/2025).

Direktur KSKK Madrasah Ditjen Pendis, Prof. Dr. Hj. Nyayu Khodijah, S.Ag., M.Si., memaparkan pentingnya Kurikulum Berbasis Cinta (KBC), sebagai bagian dari upaya membentuk karakter generasi masa depan. Hal ini disampaikan langsung pada sosialisasi tersebut.

"KBC merupakan gagasan yang lahir dari kegelisahan Menteri Agama atas dua persoalan besar bangsa saat ini, yakni krisis kemanusiaan dan kerusakan lingkungan," kata Prof. Nyayu Khodijah.

Menurut Prof. Nyayu, krisis kemanusiaan menjadi perhatian serius karena nilai-nilai kemanusiaan mulai terkikis. Ia mencontohkan konflik, diskriminasi, hingga kasus kekerasan dan perundungan yang bahkan terjadi di tingkat madrasah, di mana kondisi tersebut bisa menjadi sumber keresahan Menteri Agama.

"KBC ini genuine dari Menteri Agama sebagai harapan bagi generasi muda, khususnya siswa madrasah. Harapannya pada 2045, mereka bisa menjadi pemimpin masa depan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas sosial dan emosional," ujar Prof. Nyayu Khotdijah

Selain itu, kerusakan lingkungan yang terjadi di berbagai daerah juga menjadi latar belakang penting lahirnya KBC, di mana bencana alam yang semakin sering terjadi sebagian besar disebabkan oleh ulah manusia yang kehilangan rasa cinta dan empati terhadap alam, karena tidak ada nilai cinta di dalam hati, manusia tak lagi memandang alam dan sesama makhluk hidup dengan kasih sayang.

Dalam paparannya, Prof. Nyayu menekankan inti ajaran agama adalah cinta. Ia mengutip makna mendasar dari Al-Qur’an. Al-Fatihah diperas menjadi Bismillahirrahmanirrahim, dan jika diperas lagi intinya adalah Ar-Rahman, yakni cinta dan kasih sayang.

Selain itu, guru agama juga memiliki peran besar dalam menanamkan nilai cinta ini agar pembelajaran tidak hanya sekadar indoktrinasi, tetapi juga membentuk karakter religius.

KBC yang digagas Kementerian Agama merumuskan Panca Cinta di antaranya, cinta kepada Allah dan Rasul, cinta ilmu pengetahuan, cinta lingkungan, cinta diri dan sesama, serta cinta tanah air.

Ada pun kelima nilai ini sudah termaktub dalam ajaran agama, namun praktik pendidikan agama selama ini cenderung berorientasi pada indoktrinasi semata, bukan pembentukan karakter religius.

Prof. Nyayu kemudian menguraikan lima dimensi religiusitas yang menjadi tolok ukur seseorang beragama secara utuh. Pertama, dimensi keimanan yakni keyakinan dalam hati, diucapkan melalui lisan, dan diwujudkan lewat perbuatan.

Kedua, dimensi pengetahuan, sebab beriman saja tidak cukup tanpa pemahaman yang memadai. Ketiga, dimensi penghayatan atau spiritual, yakni sejauh mana seseorang benar-benar menginternalisasi apa yang ia ketahui.

Keempat, dimensi peribadatan, yang tampak dari pelaksanaan shalat, zakat, dan ibadah lainnya. Kelima, dimensi pengamalan, yakni perilaku sehari-hari yang mencerminkan dirinya sebagai seorang yang beragama.

Namun sayangnya, guru agama saat ini umumnya hanya menyentuh tiga dimensi, sementara dimensi penghayatan sering kali tidak tersentuh. Oleh karena itu, KBC merupakan sesuatu yang sangat urgen untuk disampaikan.

Keberhasilan KBC tidak hanya ditentukan oleh guru agama, tetapi juga seluruh warga madrasah. Kepala sekolah, guru mata pelajaran lain, hingga tenaga kependidikan seperti penjaga sekolah dan petugas kebersihan, semuanya memiliki peran.

KBC tidak dimaksudkan mengganti kurikulum nasional, melainkan mengisi ruang kosong dalam aspek emosional. Guru yang baik adalah yang memperlakukan peserta didik layaknya anaknya sendiri, penuh empati, toleran, inklusif, dan penuh kasih sayang.

Indikator keberhasilan KBC bukan diukur dari nilai akademik, melainkan dari tiga ciri utama, yaitu terwujudnya madrasah ramah lingkungan, madrasah ramah anak, serta terciptanya kesejahteraan siswa, baik secara mental maupun spiritual.

Sementara itu, Wakil Rektor III UIN Raden Intan Lampung, Prof. Dr. Idrus Ruslan, M.Ag menyambut baik hadirnya KBC sebagai bagian dari upaya menyiapkan pemimpin masa depan. UIN Raden Intan Lampung siap menerapkan KBC ini.

Prof. Idrus menekankan keberagaman etnis, budaya, dan agama adalah ciptaan yang Maha Kuasa yang harus dihargai. Melalui KBC, diharapkan bisa lahir generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki empati dan kepedulian terhadap sesama, sekalipun berbeda latar belakang.

Sosialisasi KBC ini juga menghadirkan Tim Pengembangan Kurikulum Berbasis Cinta dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Dr. Rudi Susilana, M.Si., dan Dr. Rusman, M.Pd., sebagai narasumber. Kegiatan diikuti oleh 250 guru madrasah dan pondok pesantren dari Lampung Utara. (***)

Editor : Febri Arianto

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Bro, Pelajaran Apa yang Kau Petik dari...

Para kepala daerah di Lampung punya kesempatan untuk membuktikan...

14974


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved