Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Begini Kisah Perjalanan Mie Gaga dan Indomie, Berawal Kerja Sama Berakhir Sengketa...
Lampungpro.co, 31-Aug-2023

Amiruddin Sormin 2278

Share

Ilustrasi Indomie dan Mie Gaga. LAMPUNGPRO.CO

JAKARTA (Lampungpro.co): Kisah keberhasilan Indomie dan Mie Gaga tengah jadi pembicaraan viral di media sosial. Beredar kabar klaim bahwa Indomie merupakan hasil dari kudeta antara PT Indofood terhadap perusahaan Djajadi Djaja, pemilik Mie Gaga.

Djajadi Djaja pun memberikan klarifikasinya berupa bantahan terlibat atas perencanaan atau penyebaran informasi tersebut. Hal ini lantaran Indomie dan Mie Gaga sebenarnya memiliki fakta bahwa keduanya adalah perusahaan yang menjalin kerja sama.

Masyarakat mengenal produk mi instan pada 1968 setelah PT Lima Satu Sankyu memproduksi Supermi. Perusahaan tersebut dikabarkan merupakan perusahaan hasil kerja sama dengan Jepang, Sankyo Shokuhin Kabushiki Kaisha dengan PT Lima Satu milik Eka Widjaja Moeis dan Sjarif Adil Sagala.

Kerja sama keduanya berbentuk teknis dan pengiriman tepung dari luar negeri. Kemudian pada 1970, muncul saingannya yakni Indomie. Indomie merupakan produk dari PT Sanmaru Food yang didirikan oleh Waghyu Tjuandi, Djajadi Djaja, Ulong Senjaya, dan Pandi Kusuma yang turut dinaungi jaringan Grup Djangkar Djati.

Grup tersebut didirikan oleh Djajadi Djaja yang merupakan sosok asal Medan. Pada 1964, ia turut mendistribusikan Indomie melalui PT Wicaksana Overseas. Kemudian muncul pendatang baru yakni Sarimi pada 19-80an. 

Sudono Salim memproduksi Sarimi melalui PT Sarimi Asli Jaya. Menurut Richard borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe liong dan Salim Group (2016) produksi mie saat itu merupakan tanggapan atas langkanya beras di Indonesia pada akhir 1970-an.

Saat itu, berat adalah makanan yang tidak dapat digantikan. Pemerintah dan swasta pun berupaya berinovasi. Saat itu juga ada industri tepung di Indonesia yakni PT Bogasari yang didirikan Salim, Djuhar Sutanto, Sudwikatmono, dan Ibrahim Risjad.

Pada saat itu, Salim rela memesan 20 lini produksi dari pemasok Jepang yang setiap lininya dapat memproduksi 100 juta bungkus mi instan. Namun pada 1980-an, stok beras kembali membaik dan keinginan Salim menjadikan mi sebagai makanan utama pun gagal total.

1 2 3

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Pilgub Lampung, Peruntungan Arinal Djunaidi Berhenti di...

Saya yakin kekalahan Arinal bersama 10 bupati/walikota di Lampung...

1193


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved