BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co): Para ekportir lada hitam Lampung (Lampong black papper), mendukung perbaikan tata niaga agar menguntungkan pihak terkait, termasuk petani. Namun para ekportir lada hitam Lampung yang tergabung dalam Asosiasi Eksportir Lada Indonesia (AELI) mengingatkan bahwa penentu harga lada ada pasar internasional.
"Lada itu komoditas yanag bebas diperjualbelikan dan tak terpaku pada eksportir. Masih ada penjualan dalam negeri dan antar pulau masih jalan. Sehingga pasarnya tidak berbentuk oligopoli, tapi perdagangan bebas. Kita masih bersyukur masih ada tujuh eksportir di Lampung yang masih bisa bertahan bertahan di antara gempuran Vietnam dan Brazil," kata Ketua AELI Lampung, Sumita, kepada Lampungpro.co, di Bandar Lampung, Senin (26/6/2023).
Hal itu disampaikan Sumita menanggapi pernyataan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil II yang menyebutkan bahwa struktur industri lada hitam Lampung cenderung oligolopi, karena hanya dikuasai tujuh eksportir. KPPU Kanwil II kini tengah melakukan penelitian terkait hambatan tata niaga lada hitam Lampung untuk melihat apakah terdapat hambatan akibat prilaku monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Menyikapi hal itu, Sumita mengatakan tidak melihat ada oligopoli industri lada Lampung karena tak ada pengaturan harga. Pasalnya, eksportir dari Pulau Jawa juga ada eksportir ambil dari Lampung. "Saat ini leading market lada dunia itu Brazil dan Vietnam. Brazil mengekspor lada 100 ribu tondan Vietnam 200 ribu ton. Sedangkan produsi Lampung hanya 15 ribu ton per tahun. Sedangkan total prosuksi lada Indonesia 55 ribu ton plus lada putih dari Bangka, Kalimantan, dan Sulawesi. Ini persaingan bebas, karea ada yang berani jual future ada yang tidak," kata Sumita.
Kondisi perdagangan lada, kata dia, adalah buyers market karena buyer yang tentukan harga. Negara-negara anggota The International Pepper Community (IPC) yakni negara produsen lada seperti, Indonesia, Malaysia, India, Brazil, Vietnam, dan Srilanka, hanya memonitor memonitor pergerakan harga-harga di negara produsen.
"Namun tetap buyers yang tentukan. Indonesia kinijadi followers bulan leader. Kini Vietnam dan Brazil followers karena suplai lada mereka ke dunia lebih 50%," kata Sumita.
Dalam mendorong industri lada hitam Lampung, kata Sumita, KPPU hanya melihat hanya tujuh eksportir itu. Tapi juga melihat produktivitas lada hitam petani Lampung yang hanya 0,5 ton per hektare. Bandingkan dengan produktivitas petani lada Vietnam dan Brazil sekitar 2 ton per ha.
"Harga lada asal Vietnam dan Brazil lebih bersaing. Jadi untuk, mengembalikan kejayaan rempah terutama lada, harusnya tingkatkan 1 ton per hektare. Dan ini tugas bersama terutama pemerintah daerah, untuk terus meningkatkan produktivitas rempah," kata Sumita yang juga Anggota Dewan Rempah Indonesia (DRI) Provinsi Lampung itu.
Saat ini, sentra produksi lada hitam Lampung yakni Lampung Timur, Lampung Utara, dan Tanggamus. Luas lahan lada mencapai 45.643 ha dengan jumlah produksi 15.229 ton. Produksi lada hitam Lampung kini dihadapkan pada konversi ke komoditas lain seperti jagung, singkong, dan kakao yang dinilai petani lebih menguntungkan. (***)
Editor: Amiruddin Sormin
Berikan Komentar
Saya yakin kekalahan Arinal bersama 10 bupati/walikota di Lampung...
1275
Lampung Selatan
3973
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia