Ambil contoh Bandara Narita International Airport di Tokyo. Sejak pembangunan runway bandara ini pada tahun 2012-2013, kunjungan wisata ke Jepang naik signifikan dari 8 juta wisatawan, naik 13 juta (2014), dan sekarang sudah mencapai 20 juta. Hal yang sama juga terjadi pada pembangunan Kuala Lumpur International Airport-2 tahun 2014, terminal penumpang-2 utama Incheon Seoul Korea tahun 2011, Changi Int Airport. Singapore 2008, pembangunan runway Suvarnabhumi Bangkok dan re-opening Don Mueang 2009 di Thailand.
Ketiga, multiple brand strategy yaitu dengan cerdas melakukan segmentasi ulang dan kemudian meluncurkan sub-brand baru untuk memperluas pasar. Saya contohkan Singapore Airlines. SQ awalnya hanya melayani segmen segmen full services. Namun ia melihat potensi di segmen-segmen lain sangat menjanjikan. Maka kemudian SQ meluncurkan beragam sub-brand baru untuk mengisi segmen-segmen yang tak terlayani. SQ sendiri bermain di full services, jarak jauh (long haul), Silk Air jarak menengah dan full services. Kemudian Tiger Air yang narrow body dan Scoot Air yang wide body, dua-duanya untuk LCC.
Rintisan multiple brand strategy yang dijalnkan SQ ini kemudian diikuti oleh maskapai lain di Asia. Jepang punya All Nippon Airway (full service), Air Japan (chartered airlines), ANA Wings (domestik), Air Do (LCC Domestik), Vanilla Air (LCC International). Juga Thailand yang memiliki Thai Airlines untuk yang full service dan Thai Air serta Nok Air untuk LCC.
Belajar dari Jepang
Sengaja saya utarakan pengalaman berharga dari banyak negara di dalam studi UNWTO agar kita terbuka pikiran dan dari pengalaman tersebut kita bisa banyak belajar. Ingat, mereka bisa mencapai sukses itu setelah melalui exercise dan eksperimen yang panjang dan proses jatuh bangun berdarah-darah. Inilah untungnya benchmarking, yang babak-belur cukup mereka, kita jangan sampai babak-belur. Seperti pernah disinggung dalam CEO Message #17 tentang Indonesia Incorporated, saya selalu percaya dengan resep NIH (not invented here) dari Jack Welch. Kita tak perlu memulai dari nol, karena banyak negara-negara lain sudah sukses melakukannya. Tinggal kita pelajari secara mendalam kasus di negara-negara tersebut, kemudian kita lakukan ATM: Amati, Tiru, dan Modifikasi.
Untuk permasalahan konektivitas udara dan pariwisata, kita bisa belajar dari kisah sukses Jepang. Beberapa tahun terakhir kenaikan wisman ke Jepang itu menakjubkan. Pertumbuhannya bergerak eksponensial nyaris dobel, dari 10 juta turis pada tahun 2013 melonjak hampir 20 juta di 2015 dan kemudian melonjak lagi menjadi 24 juta pada tahun 2016.
Padahal proyeksi awal mereka angka itu baru akan tercapai di tahun 2023 atau sepuluh tahun kemudian. Bagi Jepang ini adalah rekor pencapaian tertinggi untuk pertama kalinya dalam 45 tahun. Pertanyaannya, mengapa bisa melompat dobel seperti itu? Inilah rahasianya. Pertama, Jepang agresif melakukan deregulasi meluncurkan relaxation of visa rule.
Mereka membebaskan Visa Kunjungan dari originasi China dan ASEAN sejak 2013. Mereka tahu, bahwa sumber pelanggannya berada di negara-negara terdekat dimana travelling cost murah. Selaras dengan apa yang dilakukan Jepang, kita juga sudah membuat kebijakan yang sama yaitu membebaskan Visa Kunjungan dari 15 negara menjadi 169 negara.
Berikan Komentar
Dukungan dan legacy yang besar, juga mengandung makna tanggung...
24232
Bandar Lampung
6239
Kominfo LamSel
5401
Lampung Tengah
3757
394
20-Apr-2025
513
20-Apr-2025
519
20-Apr-2025
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia