JAKARTA (Lampungpro.co): Wilayah Indonesia merupakan daerah kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan tingkat kerawanan bencana alam yang cukup tinggi. Kepulauan Indonesia termasuk ke wilayah pacific ring of fire (daerah gunung berapi pasifik) yang bentuknya melengkung dari utara Pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara hingga ke Sulawesi Utara.
Indonesia memiliki 129 gunung api dan 80 di antaranya berbahaya. Kepulauan Indonesia yang terletak di pertemuan dua lempeng tektonik dunia dan dipengaruhi tiga gerakan yaitu: gerakan sistem sunda di bagian barat, gerakan sistem pinggiran Asia Timur, dan gerakan sirkum Australia, Faktor itu menyebabkan Indonesia rawan terhadap bencana, khususnya letusan gunung berapi dan gempa bumi.
Purnomo dan Utomo, 2008 menyatakan bahwa 87% wilayah Indonesia rawan bencana alam. Sebanyak 383 kabupaten atau kota rawan bencana alam dari 440 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Kompleksnya jenis bencana alam, bencana alam dapat didefinisikan dengan berbagai persepsi.
Menurut Singh dalam (Faturahman, 2021), bencana adalah konsekuensi bencana alam (erupsi vulkanik, gempa bumi dan tanah longsor) yang merubah tahap potensial ke tahap aktif dan sebagai hasil dari dampak aktivitas manusia. Sementara itu, McEntire dalam (Faturahman, 2021) menyatakan bahwa bencana merupakan efek negatif antara interaksi agen atau aktor utama, lingkungan alam, aktivitas manusia atau kombinasi keduanya dengan kerentanan.
Proses evakuasi dan pencarian korban gempa Cianjur, Jawa Barat. LAMPUNGPRO.CO/BASARNAS
Menurut (Faizana et al., 2015) bencana alam adalah salah satu fenomena yang dapat terjadi setiap saat, di manapun dan kapanpun sehingga menimbulkan risiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik kerugian harta benda maupun korban jiwa manusia. (Hamida &Widyasamratri, 2019) mendefinisikan bencana sebagai kekuatan alam yang bukan di bawah kontrol manusia dan menyebabkan bencana yang menimbulkan kerusakan dan kematian. Sementara definisi dari UNDP dalam (Faturahman, 2021) tentang bencana adalah kombinasi bahaya dari tindakan manusia atau fenomena alam dengan kondisi kerentanan.
Eskalasi bencana setiap tahun meningkat. Beberapa hal yang menjadikan intensitas dan frekuensi bencana meningkat yaitu: populasi pertumbuhan penduduk yang meningkat yang berimplikasi pada terbatasnya lahan pemukiman, perubahan iklim dan pemanasan global dan terakhir ditemukannya sesarsesar baru karena itu dibutuhkan riset-riset kebencanaan.
Riset Kebencanaan di Indonesia
Kualitas penelitian di Indonesia saat ini masih tertinggal jauh dibanding dengan negara maju, padahal dari segi kapasitas peneliti Indonesia sesungguhnya tidak kalah hebat dengan ilmuwan luar negeri. Banyak masyarakat Indonesia yang mengambil pendidikan yang lebih tinggi, melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dalam negeri terbaik bahkan beberapa perguruan tinggi dalam negeri di Indonesia juga menduduki peringkat baik didunia.
Selain itu banyak masyarakat Indonesia yang juga melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi luar negeri bahkan banyak program beasiswa pendidikan bagi masyarakat Indonesia yang dibiayai pemerintah Indonesia dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Menurut Juliandi (2022), salah satu permasalahan terkait riset yang dihadapi Indonesia yakni belum sebandingnya jumlah publikasi yang dihasilkan di Indonesia agar mampur bersaing di dunia.
Rendahnya publikasi ilmiah para peneliti disebabkan minimnya pemahaman dan minat riset. Secara kuantitatif, jumlah peneliti dan jumlah penelitian di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan beberapa hal yang dinukil dari pemberitaan yang ada bahwa:
Pertama, masih rendahnya minat masyarakat untuk menjadi peneliti, pun di kalangan mahasiswa. Hal ini berimplikasi pada rendahnya kuantitas peneliti yang memiliki talenta. Bisa kita kihat dari hasil publikasi ilmiah para peneliti Indonesia. Kedua, minimnya anggaran untuk mendongkrak ekosistem penelitian.
Menurut laporan dari Badan pemeriksa Keuangan (BPK), proporsi dana riset Indonesia tahun 2019 dan 2020 hanya 0,31 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Bandingkan misalnya dengan Malaysia yang mencapai 1,29% dan Singapura 2,64%. Hal ini masih ditambah dengan pola pengelolaan anggaran yang masih bersifat birokratis.
Ketiga, penelitian belum dilakukan sepenuhnya untuk pengembangan keilmuan, menyuplai kebutuhan pengguna/industri atau untuk memberi solusi bagi masyarakat dan pembangunan. Selama ini penelitian masih bersifat subjektif untuk memenuhi tuntutan pekerjaan, menyenangkan atasan, memuaskan pemberi anggaran atau jika pun bersifat objektif.
Maka, materinya masih jauh dari standar internasional atau terlalu mengawang-awang yang tidak bisa diekseskusi untuk memenuhi kebutuhan praktis. Riset yang fundamental sangat penting karena menjadi dasar landasan untuk melakukan mitigasi bencana dengan lebih baik.
Mitigasi bencana selalu didasarkan pada pemodelan dan pengetahuan sebelumnya. Mitigasi juga dapat dilakukan sesuai dengan karakter lokasi potensi bencana dan potensi rIsikonya, sehingga mitigasi bencana dapat dilakukan dengan lebih baik. Aspek riset dari pengelolaan bencana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2019, tentang penguatan dan pengembangan sistem informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami.
Riset kebencanaan dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia dan ini dapat juga dibagikan kepada komunitas internasional. Di samping itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan berbagai upaya, salah satunya riset dengan melibatkan berbagai pihak. Tantangan saat ini yaitu terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, dan dokumentasi hasil riset yang belum terkoordinasi dengan baik.
Tim SAR saat mencari korban awak helikopter BO-105 P-1103 milik Polairud di Perairan Manggar Kabupaten Belitung Timur, Selasa (29/11/2022). LAMPUNGPRO.CO/BASARNAS
Selain itu, para pelaku penelitian atau pakar yang merupakan potensi sumber daya pengetahuan Indonesia juga masih belum terwadahi dalam suatu koordinasi yang baik. Sehingga, informasi sebaran peneliti dengan keahliannya masih sulit terjangkau oleh peneliti lain dan para pelaku penanggulangan bencana, termasuk para pengambil kebijakan penanggulangan bencana di Indonesia.
Perubahan iklim dan demografi ikut mempengaruhi kejadian bencana. Pada masa mendatang bencana tidak hanya sekedar bencana tetapi dapat mempengaruhi sektor lain. Untuk itu perlunya kerjasama dengan sektor lain.
Epilog
dibutuhkan ilmuwan yang dapat membuat perubahan besar dalam hal riset kebencanaan.
Hasil riset itu nantinya bisa menjadi policy brief bagi pemerintah, khususnya dalam merancang kebijakan terkait pencegahan dan kesiapsaigaan serta penanganan bencana. Selain itu, riset menjadi bagian penting dalam upaya penguatan data dan informasi terkait dengan kebencanaan untuk mewujudkan Indonesia Tangguh Bencana.
Penulis Iis Yulianti (Mahasiswa Doktoral Program Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan-IPB dan Analis Kebencanaan Ahli Muda)
Berikan Komentar
Dukungan dan legacy yang besar, juga mengandung makna tanggung...
24325
Bandar Lampung
6346
Kominfo LamSel
5499
Lampung Tengah
3856
100
21-Apr-2025
162
21-Apr-2025
446
21-Apr-2025
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia