BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co) : Rasa kesal dan jengkel tampaknya sudah menjadi “menu harian” bagi para pengguna Jalan Komarudin, Kelurahan Rajabasa Raya, Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung.
Setiap hari, arus lalu lintas di kawasan ini terhambat akibat perlintasan kereta api yang kerap ditutup ketika Kereta Api (KA) Babaranjang kereta pengangkut batu bara yang melintas dari dan menuju pelabuhan melintasi jalur tersebut.
Masalah kemacetan ini bukan persoalan baru. Sejak 2016, wacana untuk menghadirkan solusi telah beberapa kali mencuat, mulai dari pembangunan flyover, underpass, hingga rekayasa jalur alternatif.
Namun, hingga hampir satu dekade berlalu, semua rencana itu seolah menghilang tanpa kejelasan. Sementara itu, masyarakat harus tetap menghadapi situasi yang sama setiap harinya.
Pengguna jalan di Komarudin sebenarnya sudah hafal kapan kereta Babaranjang biasanya lewat. Meski demikian, pengetahuan itu tidak mengurangi panjangnya antrean kendaraan.
Setiap kali palang pintu mulai turun, kendaraan dari dua arah otomatis terhenti total. Situasi semakin memburuk ketika kereta terpaksa berhenti tepat di tengah perlintasan, yang bahkan bisa berlangsung hingga 10-15 menit.
Akibatnya, kendaraan mengular panjang dari titik perlintasan hingga mencapai area Flyover Polinela. Pada jam sibuk pagi dan sore, kondisi ini menyebabkan penumpukan parah.
Pengendara yang hendak bekerja, mengantar anak sekolah, atau pulang beraktivitas tak jarang terjebak terlalu lama tanpa alternatif jalur memadai.
Pemerintah Kota Bandar Lampung dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebenarnya berada di posisi strategis untuk menyelesaikan masalah ini. Namun, sampai sekarang belum ada langkah nyata yang dilakukan.
Masyarakat berharap keberadaan perusahaan pelat merah seperti KAI tidak hanya fokus pada keuntungan operasional, tetapi juga memberikan perhatian pada dampak sosial di sekitar jalur kereta.
Warga menilai situasi ini sudah berlangsung terlalu lama. Infrastruktur yang semestinya mendukung mobilitas justru menjadi hambatan utama.
Minimnya komunikasi dan koordinasi antarlembaga juga dianggap membuat masalah ini semakin berlarut-larut.
Salah satu warga, Yoga, yang tinggal di Kelurahan Rajabasa Jaya selama lima tahun terakhir, mengaku sudah lelah dengan kondisi kemacetan yang tak kunjung membaik.
Hampir setiap hari ia harus menambah waktu tempuh perjalanan karena terjebak antrian panjang.
“Harusnya KAI bisa mengerti hal ini, jangan cuma cari keuntungan saja. Tolong dong solusinya. Saya berangkat pagi kena macet, pulang malam juga kena macet,” keluh Yoga, Sabtu (15/11/2025).
Warga berharap pemerintah dan KAI segera duduk bersama untuk merumuskan solusi yang konkret dan jangka panjang.
Pembangunan flyover, underpass, atau minimal rekayasa jadwal kereta bisa menjadi opsi untuk mengurangi dampak kemacetan.
Bagi masyarakat yang setiap hari melintas, perubahan ini bukan lagi sebatas keinginan tetapi kebutuhan mendesak.
Hingga solusi tersebut benar-benar direalisasikan, masyarakat Komarudin tampaknya masih harus bersabar menghadapi “ritual” menunggu ular besi lewat, yang entah sampai kapan akan terus menghambat mobilitas mereka. (***)
Editor : Sandy,
Berikan Komentar
Pendidikan
522
Kominfo LamSel
613
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia