BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co): Nyaris tak ada yang meratapi kematian industri tepung tapioka rakyat (ittara) dan ethanol berbahan singkong di Lampung. Padahal, dua industri inilah yang digadang-gadang sebagai bentuk hilirisasi agar harga singkong stabil.
Ittara yang jadi program unggulan Pemerintah Provinsi Lampung, satu per satu rontok mulai 2001 hingga 2006. Program ini, pada zamannya, dinilia bakal mampu jadi sparring patner agar jangan hanya industri tapioka satu-satunya tempat petani menjual singkong.
Di awal ittara beroperasi harga singkong sempat stabil. Aneh bin ajaib, ittara dinyatakan gagal karena tak mampu bersaing mendapatkan bahan baku dari industri tapioka. Dalam Laporan Direktorat Kredit, BPR, dan UMKM Bank Indonesia berjudul 'Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Pengolahan Tepung Tapioka' yang mengambil studi kasus di Lampung Timur, pada 2004, disebutkan kendala yang dihadapi pengusaha ittara dalam pengembangan usaha tapioka antara lain masalah bahan baku dan pemasaran tapioka.
Laporan itu juga menyebutkan masalah bahan baku disebabkan harga jual singkong dari petani yang rendah sehingga petani tidak dapat membiayai usaha penanaman singkong. Sedangkan masalah pemasaran tapioka disebabkan minimnya informasi yang diperoleh pengusaha mengenai harga dan jumlah permintaan pasar.
Dirasa ittara bukan saingan industri tapioka, hilirisasi lain pun diambil oleh Pemerintah Provinsi dengan membuka kran investasi industri ethanol mulai 2004. Satu per satu investor masuk Lampung karena melihat potensi singkong Lampung yang besar untuk menopang kapasitas ethanol berbahan singkong (manihot utilissima).
Kehadiran industri ethanol di Lampung Timur, Lampung Tengah, dan Lampung Utara, membuat harga singkong stabil, dengan rata-rata Rp1.000/kg. Kempotitor baru industri tapioka ini, rupanya ampuh menggerek harga singkong. Sejumlah petani yang pada 2006-2013 merasakan zaman keemasan singkong, kepada Lampungpro.co menyebutkan industri singkong pun berani menaikkan harga singkong hingga Rp2.000/kg.
Kompetisi antara industri ethanol dan tapioka itulah yang membuat harga singkong stabil. Namun, kompetisi itu awal kehancuran industri ethanol, yang tidak kalah stategi mendapatkan singkong, karena tak berani mematok harga di atas Rp1.000/kg. Akibatnya, industri ethanol kesulitan bahan baku.
Korparasi migas PT Medco Energi Internasional Tbk harus menanggung kerugian sebesar USD 20 juta akibat menutup pabrik atau kilang ethanol miliknya di Lampung Utra. Produksi bahan petrokimia sejenis alkohol yang dapat berfungsi sebagai bahan bakar nabati ini dihentikan, karena sulitnya bahan baku.
Berikan Komentar
Saya yakin kekalahan Arinal bersama 10 bupati/walikota di Lampung...
1275
Lampung Selatan
3973
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia