BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co): Dewan Pers menerima banyak pengaduan terkait produk pers sepanjang 2022. Dalam data yang dipaparkan Dewan Pers, total ada 661 aduan yang dalam proses dan 663 aduan selesai.
Hal tersebut dipaparkan Wakil Ketua Dewan Pers Muhammad Agung Dharmajaya dalam dialogi hukum "Wartawan dan Ancaman Pidana Undang-Undang ITE, yang digelar di Balai Wartawan H. Solfian Akhmad Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung , Kamis (16/3/2023)
"Beberapa aduan itu juga ada di Lampung," ujar Agung.
Menurut Agung beberapa sengketa atau aduan tersebut terjadi karena beberapa hal. Pertama melanggar Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik, yakni beritikad buruk dalam memberitakan. Kedua, tidak cover bothside atau berimbang. Padahal dalam penulisan harus berimbang dan adanya verifikasi. Kemudian, membuat judul yang tidak ada hubungannya dengan isi berita.
Oleh karena rena itu, dia meminta agar para jurnalis di Lampung benar-benar bekerja sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Junralistik.
"Ya notabene karena melanggar Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik dan jika ada institusi lembaga yang dirugikan dalam pemberitaan harus melalui Dewan Pers. Maka dari itu wartawan atau pers dalam membuat produk harus beradab," kata Agung.
Perusahaan pers atau kantor berita jika mendapatkan hak jawab dari pihak yang dirugikan dalam pemberitaan, juga harus benar-benar memuat hak jawab secara utuh, jangan sampai diabaikan. "Jangan waktu buat berita panjang, waktu hak jawab pendek bener kecil," kata dia
Di sisi lain, perwakilan Kejaksaan Tinggi Lampung yakni Koordinator Pidana Umum (Pidum) Subari Kurniawan mengatakan, wartawan tidak perlu takut terhadap ancaman Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Subari menyebut, berdasarkan Pasal 50 KUHP barang siapa yang melakukan perbuatan untuk melaknakan ketentuan Undang-Undang, maka tidak bisa dipidana.
Sehingga, wartawan yang menjalankan tugasnya secara profesional, tidak melanggar Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers, tindakannya tidak memenuhi unsur delik Undang-Undang ITE. "Jika, bekerja dengan hati nurani, mematuhi dan tidak melanggar Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik," kata Subari.
Namun menurut Subari, ada kelemahan delik pers dalam Undang-Undang Pers. Menurut Subari, delik pers dalam Undang-Undang ITE sering digunakan untuk menjerat insan pers dengan delik pencemaran nama baik. Seperti yang tercantum dalam Pasal 27 Ayat (3) UU ITE dan Pasal 45 Ayat (3) UU 19/2016 tentang ITE. Pencemaran nama baik ini, mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan atau fitnah yang diatur dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP dan hanya dapat dihukum jika ada pengaduan dari korban atau delik aduan.
Kemudian, juga diatur dalam Pasal 28 Ayat (2), terkait penyebaran informasi yang menyebabkan kebencian dan suku agama ras dan antara golongan (SARA). Pasal 28 Ayat (2) berbunyi, Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Menurut Subari, kondisi Undang-Undang Pers dan Penerapan UU ITE, harus menjadi perhatian masyarakat seperti aparat penegak hukum, insan pers, masyarakat dan terutama pihak legislatif untuk melakukan perubahan atau merevisinya. sehingga UU Pers benar-benar efektif dan menjamin kebebasaan pers yang bertanggungjawab.
"Akhirnya para jurnalis tidak perlu takut atau merasa terancam atau khawatir dalam mencari, menulis, dan memberitakan sebuah fakta obyektif yang menjadi informasi publik. Wartawan juga harus berani bertanggungjawab apabila memang dalam melaksanakan tugas melanggar kode etik profesinya, dan pemberitaannya terbukti tidak berdasarkan fakta dan bersifat subyektif. Sehingga menimbulkan kerugian pada pihak lain," kata mantan jaksa KPK itu.
Lanjut Subari, Undang-Undang Pers sangat menjamin kebebasan pers. Namun harus diiringi dengan obyektivitas, independensi, dan tanggungjawab dalam segala pemberitaannya sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
Sedangkan, Kasubbid Penyuluhan Hukum Bidkum Polda Lampung AKBP Fadzrya Ambar mengatakan secara umum, semua pihak sama derajatnya di mata hukum (equality before the law). Namun ada beberapa pengeculian untuk profesi tertentu.
Misalnya anggota DPR ketika hendak diperiksa harus seizin kepala daerah. Kemudian untuk pers harus melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Pers, seperti hak jawab dan melalui Dewan Pers terlebih dahulu.
Dari catatan Polda Lampung, kata Ambar, selama kurun waktu 2022, total ada dua laporan masuk ke Polda Lampung terkait produk pers. Produk pers yang dilaporakn notabene diduga melanggar Pasal 27 Ayat 3, Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang ITE, terkait pencemaran nama baik dan berita bohong. "Keduanya juga saat ini masih proses penyelidikan," kata Ambar.
Sepakati SKB Sengketa Pers
Sebelum acara tersebut Polda Lampung, Kejaksaan Tinggi, dan PWI Lampung menandatangani kesepakatan sepakat perihal penyelesaian sengketa pers. Kesepakatan tersebut ditandai dengan penandatanganan Surat Kesepakatan Bersama (SKB) oleh Kapolda Lampung Irjen Akhmad Wiyagus, Kepala Kejati Lampung Nanang Sigit Yulianto, dan Ketua PWI Lampung Wirahadikusumah.
Ketua PWI Lampug Wirahadikusumah mengatakan, penandatangan SKB ini sebagai, wujud nyata dari kebebasan pers di Lampung. "Tetapi jangan ada ada penumpang gelap di SKB mengatasnamakan wartawan, tetapi mereka melanggar Kode Etik Jurnalistik dan beritikad buruk," ungkap Wirahadikusumah.
Direktur Utama Rilis.id Lampung ini juga menegaskan, yang ada di SKB bukan untuk melindungi wartawan tidak profesional, yang dibela adalah wartawan profesional. "Kita masih banyak keluhan dari para kepala desa, kepala sekokah dan ASN perihal oknum yang mengaku wartawan," ujar Wira.
"Kami minta saran kepada Polda dan Kejati apabila ada oknum-oknum wartawan yang tudak bertanggung jawab," kata dia..
Wakil Ketua Dewan Pers Agung Dharmajaya mengatakan, penandatangan SKB ini merupakan tindak lanjut perjanjian bersama antara Dewan Pers, Polri, dan Kejaksaan Agung. "Mudah-mudah dengan SKB ini pelanggaran atau sengketa pers di Lampung berkurang," ungkapnya.
Menurut Agung yang terpenting dalam menjalani kerja jurnalistik adalah adab dan etika. "Siapa pun kita, bila tidak memiliki adab dan etika, tidak akan dihargai masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kominfo Provinsi Lampung Ganjar Jationo mengatakan, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menyambut baik dialog hukum PWI Lampung termasuk kesepakatan bersama antara PWI, Polda, dan Kejati Lampung.
Diharapkan, dengan SKB ini pers di Lampung sadar dan melek hukum bagaimana menjalankan tugas di lapangan. Ini akan menjadi interaksi positif.
"Dewasa ini pertumbuhan perusahaan pers sangat menggembirakan. Tentunya ke depannya semua perusahaan pers itu bisa sehat," ujar Ganjar. (***)
Editor: Amiruddin Sormin
Berikan Komentar
Andai ada 10 saja media dan jurnalis yang menjadi...
1294
Olahraga
13025
Bandar Lampung
6265
Lampung Selatan
3515
Kominfo Lampung
3468
Lampung Tengah
3450
149
19-May-2025
563
18-May-2025
438
18-May-2025
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia