BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co): Apa boleh buat, hingga kini limpahan air hujan di Lampung masih dipanen sebagai bencana hidrologi. Belum jadi panen air yang jadi deposit saat kemarau.
Air di Lampung masih seperti sebait lagu 'Bengawan Solo' gubahan Gesang..."Air mengalir sampai jauh, akhirnya ke laut". Namun sebelum sampai ke laut, air melahap, melibas, dan menerjang apa saja yang dilewati, sehingga menelan kerugian dan korban jiwa.
Teranyar, Banjir di Bandar Lampung yang lebih parah pada Jumat (17/1/2025), menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Lampung, ada 14.160 rumah dengan total 11.223 warga. Jumlah tersebut merupakan hasil perhitungan sementara, dengan jumlah sebaran ada 79 titik di 16 kecamatan di Bandar Lampung.
BPBD Lampung mencatat, peristiwa banjir kali ini menjadi yang terburuk sejak 10 tahun terakhir. Bencana banjir bandang terakhir kali terjadi pada 2015 lalu.
Banjir juga menimpa hampir seluruh wilayah Lampung, mulai Lampung Selatan, Lampung Timur, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, Pringsewu, dan Tanggamus. Semua wilayah ini jadi langganan banjir setiap musim penghujan.
Provinsi Lampung merupakan daerah potensi bencana yang sangat besar. Jenis bencananya pun 'paket komplit'. Tidak hanya tsunami dan gempa. Tetapi juga puting beliung, banjir, kekeringan, longsor, dan kebakaran hutan.
Potensi bencana ini disebabkan bencana alam, non alam, dan bencana sosial akibat ulah manusia. Kawasan rawan bencana alam geologi tersebar di seluruh wilayah Lampung. Ini terjadi akibat aktivitas tektonik, pengaruh sesar mayor yaitu sesar Semangko dan sesar Mentawai. Kemudian sesar minor dan aktivitas vulkanik.
Solusi mengatasi banjir sebenarnya sudah banyak diungka Benang merah dari berbagai solusi itu yakni banjir tak bisa sendirian diatasi oleh wali kota dan bupati, karena masalahnya dari hulu sampai hilir.
Sama dengan asap, air banjir juga tak punya KTP. Dia mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah.
Penanganan banjir harus kolaboratif dan multistakeholder. Oleh karena itu amat tepat jika komandan penanganan banjir ini dipegang oleh gubernur. Usai dilantik 7 Februari 2025, dalam 100 hari pemerintahan Gubernur-Wakil Gubenur Lampung Rahmat Mirzani Djausal-Jihan Nurlela (Mirza-Jihan), harus menghasilkan peta jalan (road map) penunggalangan banjir di Lampung.
Menurut Dosen Teknik Geomatika Institut Teknologi Sumatera (Itera) yang juga peneliti banjir, Ir. Arif Rohman, ST, MT, risiko banjir dapat dikurangi dengan strategi atau pendekatan disaster risk reduction (DRR). "Strategi DRR dapat diterapkan melalui berbagai upaya mitigasi, seperti peningkatan kapasitas drainase, penerapan konsep kota spons (sponge city), dan optimalisasi lahan hijau sebagai daerah resapan," kata Arif Rohman yang juga Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Umum Itera, Sabtu (18/1/2025).
Dia menyayangkan banyak kota masih mengandalkan solusi jangka pendek, seperti pompa air dan peninggian tanggul, yang sebenarnya hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan akar permasalahan. "Banjir adalah bagian dari siklus hidrologi alami. Ketika curah hujan tinggi, air yang turun akan mencari jalannya sendiri, terutama ke daerah yang secara alami merupakan dataran banjir," kata Arif Rohman.
Urbanisasi yang pesat membuat air kehilangan tempat resapan. Sehingga aliran permukaan meningkat drastis dan menyebabkan genangan. "Alih-alih terus menyalahkan cuaca atau kondisi geografis, pendekatan yang lebih tepat adalah memahami bahwa banjir pasti terjadi, tetapi dampaknya bisa dikurangi. Hal ini telah menjadi kesepakatan dalam studi kebencanaan melalui pendekatan pengurangan risiko bencana (disaster risk reduction atau DRR)," kata dia.
Salah satu kesalahan terbesar dalam memahami banjir yakni menganggapnya sebagai masalah lokal semata. Padahal, kawasan yang tergenang banjir merupakan hasil dari perubahan tata guna lahan di tempat lain.
"Kita sering mendengar bahwa deforestasi di daerah hulu meningkatkan limpasan air ke daerah hilir, sehingga debit sungai meningkat dan memperbesar risiko banjir. Dengan prinsip yang sama, jika banjir terjadi di daerah Way Lunik, Panjang, Bandar Lampung, maka seharusnya pemerintah dapat mengidentifikasi daerah mana saja yang berkontribusi besar dalam mengalirkan air ke sana," kata dia.
Arif mengungkapkan bahwa salah satu konsep pengambilan keputusan untuk identifikasi wilayah yang dapat digunakan adalah multi criteria decision making (MDMC) melalui analisis spasial. "MDMC sering digunakan untuk menilai risiko banjir, menganalisis dampak penggunaan lahan, dan menentukan alokasi lahan. LEx-GM (Land Use Examination Global Model) adalah model yang kami kembangkan untuk menganalisis dampak penggunaan lahan dan menentukan alokasi lahan," kata dia.
Model ini, lanjut Arif, berfungsi memetakan pola perubahan tata guna lahan, memprediksi dampaknya terhadap hidrologi, serta mengidentifikasi area mana yang memiliki kontribusi signifikan terhadap peningkatan risiko banjir. "Dengan model pengambilan keputusan dapat lebih berbasis bukti (evidence-based decision making). Pemerintah dapat menentukan zona-zona yang perlu dilindungi, menetapkan kebijakan tata ruang yang lebih adaptif, serta mengembangkan strategi mitigasi yang lebih efektif," kata dia.
Selain itu, model ini juga bisa digunakan untuk mendukung konsep Nature-Based Solutions (NBS), yaitu pendekatan mitigasi banjir yang memanfaatkan ekosistem alami seperti pembuatan ruang hijau perkotaan sebagai solusi berkelanjutan.
"Teknologi saat ini memungkinkan penerapan model banjir secara lebih akurat. Dengan pesawat nirawak atau drone, kita dapat menghasilkan model topografi yang sangat detail. Selain itu, smartphone yang kita miliki juga dapat digunakan untuk menerima informasi secara real-time, menampilkan zona rawan banjir, serta berfungsi sebagai alat bantu evakuasi," kata dia.
Menurutnya, pola banjir di perkotaan bukan hanya masalah air yang meluap, karena hal ini terjadi akibat keterkaitan di setiap wilayah. Sehingga kebijakan yang diambil akan tetap bersifat parsial dan tidak efektif serta hanya akan menjadi siklus reaktif yang tidak pernah tuntas. "Kita membutuhkan pendekatan yang lebih sistemik, berbasis data, dan berorientasi pada mitigasi risiko, bukan sekadar respon reaktif," kata Arif.
Dengan memahami bahwa banjir pasti datang, pemerintah harus memastikan bahwa dampaknya bisa dikurangi melalui perencanaan tata guna lahan yang lebih cerdas dan inovatif. "Sehingga mitigasi banjir bukan lagi sekadar wacana, tetapi benar-benar menjadi bagian dari kebijakan tata ruang yang berkelanjutan," kata dia.
Manfaatkan Bursa Karbon Atasi Deforestasi
Semua pakar sepakat salah satu biang keladi banjir di Lampung adalah berkurangnya daerah tangkapan air (catchment area) akibat permukiman dan perambahan hutan. Fungsi ekologi dan ekonomi hutan di Lampung hingga 2020, mengalami kerusakan 37,42% dari lahan seluas 1.004.735 hektare.
Meskipun Lampung memiliki hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi, faktanya kondisi hutan kini baik kuantitas maupun kualitasnya mengalami penurunan. Tingkat kerusakan hutan di Lampung saat ini sebesar 37,42 % dari total luas kawasan hutan di Lampung 1.004.735 hektare.
Kini mempertahankan, melestarikan, dan memulihkan fungsi hutan dan lingkungan agar tetap memiliki daya dukung bukan lagi jadi dominasi isu ekologi. Fungsi hutan kini telah melebar sebagai paru-paru dunia sebagai penyedia karbon atas peningkatan emisi yakni peningkatan jumlah gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (CO2), metana, dan nitrous oxide (N2O), di atmosfer.
Pemerintah Indonesia menyikapi peningkatan emisi karbon itu dengan meluncurkan bursa karbon sebagai arena perdagangan karbon, pada 26 September 2023. Bursa karbon merupakan kontribusi Indonesia memerangi krisis iklim yang menjadi permasalahan global saat ini. Potensi perdagangan karbon mencapai Rp3.000 triliun.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) dan perusahaan di Lampung terlibat dalam pengurangan emisi dan polusi dengan masuk ke bursa karbon. Lampung dinilai memiliki potensi besar dalam pengurangan emisi dan polusi karena memiliki luasan lahan sebagai pendukung bursa karbon.
Perdagangan IDXCarbon juga memberikan mekanisme transaksi yang mudah dan sederhana. Saat ini, terdapat empat mekanisme perdagangan IDXCarbon, yaitu auction, regular trading, negotiated trading, dan marketplace.
Pasalnya sejak diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada 26 September 2023, belum ada Pemda dan perusahaan di Lampung yang terlihat dan masuk bursa karbon.
Pelaku usaha berbentuk perseroan yang memiliki kewajiban dan memiliki komitmen untuk secara sukarela menurunkan emisi gas rumah kaca, dapat menjadi pengguna jasa IDXCarbon dan membeli unit karbon yang tersedia. Perseroan dapat mendaftarkan diri dengan mengisi formulir pendaftaran pengguna jasa IDXCarbon melalui website www.idxcarbon.co.id.
Selain itu, proyek yang memiliki unit karbon tercatat di SRN-PPI, dapat menjual unit karbonnya melalui IDXCarbon. Pemda di Lampung dapat mencontoh Jambi dan Kalimantan Timur yang sudah merasakan dampak bursa karbon ini.
Peluang Lampung dalam perdagangan emisi karbon global dinilai cukup strategi baik itu karbon stok didarat maupun karbon stok perairan wilayah laut. Namun hingga kini, Lampung belum memanfaatkan Bursa Karbon untuk merehabilitasi kerusakan Kawasan hutan yang jadi biang keladi banjir itu.
Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Lampung masih mewacanakannya dengan mempersiapkan lokasi untuk mendukung pelaksanaan perdagangan karbon. Kesiapan lokasi bagi perdagangan karbon tersebut masih dalam tahapan pemilihan kesesuaian tempat, karena masih dalam tahap penilaian.
Oleh karena itu, dalam 100 hari pemerintahan Mirza-Jihan, segera panggil pihak terkait Bursa Karbon ini di Lampung seperti OJK, BPBD, Bappeda, dan Dishut. Selain itu, LSM lingkungan seperti Walhi dan Watala.
Kemudian, perusahaan yang sudah melaksanakan pengendalian emisi karbon dan yang masih getol mencemari lingkungan seperti pembakaran lahan. Tentu saja, para kepala daerah se-Lampung agar tercipta satu komando dan kolaborasi menanggulangi banjir.
Memang masih panjang jalan yang harus ditempuh agar masuk bursa karbon. Paling tidak di awal kepemimpinan Mirza-Jihan sudah terbit peta lahan bursa karbon untuk diajukan dan disetujui oleh Kementerian Lingkungan Hidup untuk masuk Bursa Karbon.
Sehingga nantinya, perusahaan penghasil emisi karbon yang tak sanggup mengurangi emisinya, dapat memilih hutan rusak di Lampung yang akan direhabilitasi. Ini ibarat, sekali mendayung dua pulau terlewati. Memperbaiki kerusakan hutan tanpa keluar biaya dan menambah daerah tangkapan air sebagai penahan banjir. (***)
Penulis dan Editor: Amiruddin Sormin (Wartawan Utama, Ketua Bidang Sistem Komunikasi dan Informasi Forum Pengurangan Risiko Bencana Provinsi Lampung)
Berikan Komentar
Pariwisata memang butuh ikon, tapi tak harus menimbulkan keriuhan...
1231
133
09-May-2025
158
09-May-2025
127
09-May-2025
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia