Merasa profesinya dihina, Aliansi Wartawan Pringsewu Bersatu (AWPB) melaporkan Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupten Pringsuwu, Abidin Ayub ke Polda Lampung, Jumat (27/1/2023). Abidin Ayub dilaporkan lantaran ujaran yang dinilai AWPB merendahkan harkat, derajat, dan martabat para jurnalis.�
AWBP melaporkan Abidin Ayub didampingi perwakilan sejumlah organisasi profesi wartawan yakni Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia (AWPI), Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Forum Wartawan Kompeten (FWK), Ikatan Wartawan Online (IWO), dan unsur wartawan independen. Ini lantaran dalam voice note yang menyebar ke berbagai pihak, Abidin menyebutkan wartawan cuma seujung seujung kuku.�
"Kenapa harus takut sama wartawan yang cuma segumpel, bila perlu kita serbu wartawan." bunyi voice note yang tersebar di grup Whattapps Apdesi itu seperti dilansir sejumlah media.
Mengadu ke polisi itu hak setiap warga negara. Apalagi yang diadukan kehormatan profesi yang dilakoni dalam suka dan duka. Profesi yang digadang-gadang sebagai pilar keempat demokrasi di negeri ini, setelah eksuktif, legislatif, dan yudikatif.�
Namun untuk membela marwah profesi, apalagi yang direndahkan itu profesi jurnalis, tak selalu harus selalu mengadu dan melapor ke polisi. Bukan tak yakin dengan profesionalisme polisi. Tapi saya khawatir pengaduan ini cuma dibidik polisi dengan pelanggaran pasal-pasal Undang-Undang Informasi Traksaksi Elektronik (ITE) yang penyelesaiannya bisa dengan cara mediasi.�
Bahkan saya khawatir, aroma '86' bisa saja terjadi dalam kasus ini. Apalagi kini ada jalur restorative justice, sebuah jalur non judisial dalam menyelesaikan kasus yang kini dinilai prestasi bagi aparat hukum.�
Bukannya apa-apa. Dalam perjalanan 25 tahun melakoni profesi jurnalistik, saya menyaksikan betapa banyak kasus penghinaan terhadap profesi jurnalis yang dilakukan pejabat di negeri ini seperti 'gone with the wind' alias hilang bersama angin. Bisa jadi ada oknum yang '86' dalam setiap pengaduan itu sehingga hilang kasusnya.
Melihat latar belakangnya adalah kalimat yang merendahkan profesi jurnalistik, menurut saya langkah paling strategis adalah tunjukkan bahwa adagium 'pena wartawan lebih tajam dari peluru; benar-benar nyata. Kalimat panglima perang Eropa Napoleon Bonaparte yang sangat piawai memimpin peperangan tapi justru lebih takut terhadap wartawan daripada tentara, harus dibuktikan kepada Apdesi Pringsewu.�
Dalam kasus Apdesi ini, saya menyarankan rekan jurnalis di Pringsewu pakai ilmu jurnalisme investigatif untuk menunjukkan marwah profesi ini. Investigasi dan laporkan semua penggunaan terutama penyelewengan Dana Desa yang dikelola para anggota Apdesi Pringsewu itu, misalnya.�
Jadikan laporan investigasi itu sebagai bahan untuk aparat menyeret mereka satu persatu ke balik jeruji besi. Jika ini dilakukan dua langkah sekaligus dilakukan. Pertama, menunjukkan bahwa profesi jurnalistik itu bukan seujung kuku mereka. Kedua, menunjukkan kepada mereka bahwa karya jurnalistik bisa menyeret mereke ke terali besi dan biar ngak 'tuman' bagi pejabat mana pun untuk merendahkan profesi wartawan.
Selamat menyambut Hari Pers Nasional Nasional, 9 Februari 2023.�
Salam,�
�
Amiruddin Sormin
Wartawan Utama
�
Berikan Komentar
Saya yakin kekalahan Arinal bersama 10 bupati/walikota di Lampung...
801
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia