Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Tik Toker Bima, Terima Kasih Telah Menggantikan Tugas Jurnalis
Lampungpro.co, 16-Apr-2023

Amiruddin Sormin 25136

Share

Tabik puunnnnn......

Kalau ada yang berpendapat kini hadir pilar kelima demokrasi yakni netizen ada benarnya. Empat pilar yang selama ini diagung-agungkan sebagai penegak demokrasi yakni eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers, mulai diragukan, karena dalam kurun waktu lima tahun terakhir penyeimbang dari pilar itu lebih banyak diambil alih oleh netizen.

Begitulah ketika Tik Toker Bima lewat akun Awbimax Rebon mengunggah konten 'Alasan Kenapa Lampung Ga Maju-Maju' begitu menyita banyak perhatian hingga tembus 3 juta kali ditonton. Saya yang mengaku 25 tahun jadi jurnalis, tiba-tiba seperti dapat pukulan telak.

Kemana saya selama ini. Apa yang saya lakukan dengan unggahan video pendek jalan rusak dari ratusan netizen yang tiap hari berseliweran di media sosial (medsos).�

Kerendahan hati jurnalis ketika berhadapan dengan fakta lapangan tiba-tiba lenyap dengan sebutan wartawan senior, ketua, ahli pers, dan sederet sebutan yang tak ada kaitannya dengan karya jurnalistik. Keberanian menempuh jalan sunyi dengan menyuarakan yang tak mampu bersuara tiba-tiba lenyap karena kerja sama, takut tak diundang, dikucilkan para pejabat, dimatikan rezekinya, dan tak masuk list jurnalis mitra penguasa.�

Saya tak ubahnya jurnalis rilis, yang bangga masuk daftar rilis penguasa dan daftar undangan para penguasa� Pada titik kehilangan jati diri inilah, saya berterima kasih pada Tim Toker Bima, mahasiswa asal Lampung Timur yang kuliah di Australia yang berani menyampaikan fakta lapangan ke meja perjamuan para penguasa, yang mungkin juga di tengah perjamuan itu ikut duduk para jurnalis.�

Saya tak ingin membahas kualitas konten itu yang membuat seorang advokat justru melaporkan Bims ke polisi. Bagi saya, Bima dan ribuan netizen lain kini cepat atau lambat mulai mengambil alih peran para jurnalis sebagai agen informasi.�

Kini memang situasinya belum mendukung netizen. Survei yang dilakukan Microsoft pada 2020 misalnya, masih menempatkan netizen Indonesia pada ranking kelima paling tidak sopan di dunia dan nomor satu paling tidak sopan di Asia Tenggara.�

Hal ini karena netizen Indonesia masih suka menyebar konten hoax, menipu di medsos, dan sering menyebar ujaran kebencian (hate speech). Pada titik inilah netizen masih dianggap buih di pantai. Ada tapi masih dianggap gelembung yang tak mampu memecahkan karang.�

Tapi Tik Toker Bima telah mengubah anggapan itu. Kontennya berhasil menyita perhatian lebih dari 3 juta viewers, bahkan membuat para penguasa sulit menelan hidangan di depan meja perjamuan. Sambil berguman, "Jangan-jangan KPK sedang mengintai kita gara-gara konten ini."

Kalau ada yang kemudian mempermasalahkan kualitas konten itu, saya katakan itulah gaya Tik Toker yang sasarannya menyerang lima titik syaraf komunikasi manusia. Jangan paksa Bima harus bicara seperti pengamat, akademisi, dan analis. Karena selama ini, akademisi, analis, dan pengamat cuma tong sampah bagi penguasa di Lampung. Jadi bahan bully-an dan tertawaan.�

Gaya penyampaiannya memang harus pakai diksi 'dajjal'. Kalau tidak seperti itu, tak akan viral dan tak akan� jadi perhatian Menteri, DPR RI, selebritis, dan pesohor lainnya. Silakan pakai diksi yang lebih edan dari 'dajjal' asal aspirasi masyarakat tersalurkan.

Saya tak ingin berlama-lama menyesali diri sebagai jurnalis saat berhadapan dengan Bima. Saya bangga, karena ada patner yang sepaham dengan tugas jurnalistik.�

Teruslah memproduksi konten yang menyuarakan mereka yang tak mampu bersuara. Sampai suatu saat bangsa ini mengakui kalian sebagai pilar kelima demokrasi. (***)

Salam,�

AmiruddinSormin

Wartawan Utama

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Arinal Djunaidi Manusia Penuh Keberuntungan, Akankah Menang...

Pasalnya, menurut catatan Nyonya Lee tak pernah dua kali...

22158


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved