Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Dianggap Bikin Sengsara, Puluhan Petani Marga Jaya dan Sido Rukun Tolak Pola Kemitraan di Register 45 Mesuji
Lampungpro.co, 19-Sep-2024

Febri 115

Share

Ilustrasi warga Register 45 Mesuji. Warga Marga Jaya dan Sido Rukun menolak pola kemitraan perhutanan di Register 45 Mesuji. [ISTIMEWA]

MESUJI (Lampungpro.co): Puluhan petani di Register 45 Mesuji, Lampung,�mengaku kapok menjalin kemitraan dengan PT Silva Inhutani, karena dianggap tidak ada transparansi mengenai hasil panen yang didapat.�

Program kemitraan antara Kelompok Pengelola Hutan (KPH) Sungai Buaya, Register 45, dengan PT Silva Inhutani sendiri, digagas pemerintah dalam hal ini Kementerian Kehutanan untuk menyelesaikan konflik agraria di Register 45.

Pada saat itu, petani yang mengikuti program kemitraan ini dijanjikan kesejahteraan dari hasil surplus panen komoditas kemitraan yang dijalankan oleh petani.

Namun pada kenyataanya, pola kemitraan yang berjalan justru tidak menguntungkan dan membuat petani terpuruk dalam kemiskinan.

Nyoman Sayur, salah satu warga Marga Jaya, mengaku sudah mengikuti program kemitraan sejak tahun 2015 hingga sekarang dengan tiga jenis komoditas yaitu kayu atau albasia, singkong, dan tebu.

Untuk kayu, Nyoman mengatakan, ditanam sejak tahun 2015 dan saat ini sudah 9 tahun selesai dipanen ternyata tidak ada laporan hitungan dan hasil bagi petani.

"Jadi petani tidak tahu secara jelas, dapatnya berapa kubik dan berapa hasil dari penjualannya, semua dipanen oleh PT Silva tanpa hitungan yang transparan," kata Nyoman dilansir Suara.com (jaringan media Lampungpro.co), Kamis (19/9/2024).

Hal yang sama berlaku juga untuk komoditas singkong, terhitung sejak 2015, masa tanam sudah beberapa kali panen. Namun sampai sekarang, belum ada hitungan hasil panen dan hitungan bagi hasil bagi petani.

Sementara untuk komoditas tebu yang berjalan tahun 2023, juga tidak jauh berbeda hasilnya dengan komoditas kemitraan sebelumnya.

Setelah panen tebu, hitungan pendapatan dan bagi hasil bagi petani sangat jauh dari cukup untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

"Hitungannya sebagai komoditas tahunan tidak masuk, untuk jangka waktu setahun dengan luasan sehektare cuma menghasilkan pendapatan Rp1-2 juta bagi petani. Hitungan yang jauh dari kata cukup untuk menutupi kebutuhan hidup keluarga petani perbulannya," ujar Nyoman Sayur.

Hal sama dialami masyarakat Sido Rukun, dimana program kermitraan yang katanya menjamin keamanan bagi petani, namun ternyata juga jauh dari harapan.

Menurut salah satu tokoh masyarakat Sido Rukun yang tidak bersedia diungkap identitasnya, masih banyak terjadi premanisme yang masuk ke masyarakat, mengancam mengambil lahan masyarakat, dan meminta sejumlah uang kepada masyarakat.

Bahkan pada beberapa kasus, terdapat pengambil alihan lahan petani secara paksa oleh oknum-oknum tertentu untuk diperjualbelikan.

"Masyarakat tidak berdaya sama mafia-mafia yang seperti itu, sedangkan aparat negara dan pemerintah cenderung melakukan pembiaran, sehingga tetap saja korbannya adalah petani," ungkap dia.

Atas kenyataan tersebut, menurut Nyoman Sayur, masyarakat Marga Jaya dan Sido Rukun menyatakan menolak Kemitraan dan segala bentuk kerjasama perhutanan sosial.

"Kami sudah capek dan tidak mau lagi dibohongi dengan janji-janji palsu mensejahterakan, janji palsu petani Berjaya. Itu jauh dari harapan, sudah 9 tahun berjalan bukan kesejahteraan yang kami dapat tapi sengsara dan kesulitan hidup untuk bertahan," tuturnya.

Pandangan yang sama disampaikan oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Syahrul Sidin.

Ia meminta pemerintah daerah dan juga KPH Sungai Buaya, untuk menghentikan program kemitraan dan perhutanan sosial.

Menurut Syahrul, negara semestinya memeriksa kembali praktik kerjasama program tersebut, apakah benar program tersebut menyelesaikan konflik agraria secara nyata, atau hanya menunda konflik agraria yang jauh lebih besar dampaknya di kemudian hari.

"Secara nyata, praktek 9 tahun kemitraan menyisakan luka dan kesengsaraan bagi petani yang bermitra, jadi wajar kalau kemudian kesimpulannya hari ini mereka menolak Kemitraan dan perhutanan sosial," tegas Syahrul Sidin.

Sementara kesepakatan kerjasama kemitraan antara penggarap dan pemukim maupun pemegang hak kelola hutan PT Silva Inhutani Lampung, ditandatangani pada 30 September 2015.

Saat itu, terdapat tujuh desa yang ikut serta dalam program kemitraan, diantaranya kelompok Marga Jaya, Tugu Roda, Karya Jaya, Karya Tani, Maju jaya, Sido Rukun, dan Mekar jaya. (***)

Editor : Febri Arianto

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Arinal Djunaidi Manusia Penuh Keberuntungan, Akankah Menang...

Pasalnya, menurut catatan Nyonya Lee tak pernah dua kali...

22208


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved