Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Ketika Pesta Demokrasi Jadi Musibah Demokrasi
Lampungpro.co, 16-Feb-2017

Amiruddin Sormin 1687

Share

Rakyat telah bersuara. Pesan-pesan telah disampaikan lewat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2017, Rabu (15/2/2017). Di Lampung, lima kabupaten yakni Pringsewu, Lampung Barat, Mesuji, Tulangbawang, dan Tulangbawang Barat, berdasarkan hitung cepat hasilnya pun tampak.

Hanya ada lima pasangan calon yang terpilih dan betul-betul merasakan pesta demokrasi. Selebihnya, bisa jadi arena Pilkada 2017 adalah musibah demokrasi. Kenapa musibah? Karena hingga kini belum satu pun calon yang secara resmi mengakui kekalahannya dan memberi selamat kepada peraih suara tertinggi. Boleh jadi masih berduka dan tengah bersiap menyiapkan amunisi yang akan ditembakkan ke Mahkamah Konstitusi.

Katanya, demokrasi ala pilkada ini meniru gaya demokrasi barat, terutama Amerika Serikat. Pemilihan tidak lagi berasas perwakilan, tetapi langsung. Tapi entah kenapa, ada satu tradisi demokrasi Amerika yang tak pernah sanggup diterapkan di sini, yakni tradisi mengakui kekalahan dan mengucapkan selamat untuk pemenang.

Sepanjang pantauan saya, baru calon Gubernur DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono, yang secara resmi dan terbuka menyampaikan pernyataan kekalahan dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, di Wisma Proklamasi, Jakarta, Rabu (125/2/2017) malam. Agus secara jantan mengaku kalah setelah menyimak hasil hitung cepat berbagai lembaga yang menempatkannya di posisi ketiga.

Mungkin kita masih gagap menerapkan demokrasi ala barat itu. Tradisi perebutan kekuasaan di negeri ini memang selalu didahului hura-hara dan berdarah-darah. Di pewayangan, justru huru-hara alias goro-goro itu yang ditunggu penonton.

Namun ketika goro-goro itu ditransformasikan ke demokrasi, situasinya belum banyak berubah. Saling pukul, baku hantam, dan dar der dor, masih mewarnai Pilkada Lampung. Pakem kawan dan lawan masih menjadi patokan, sehingga yang tak sejalan adalah lawan.

Ini bukan tradisi pesta demokrasi, tapi tradisi perang yang kembali dibangkitkan. Mungkin terlalu jauh kita berkhayal tentang demokrasi. So, kalau demokrasi yang sesungguhnya belum dapat terwujud, bukan berarti kita tak boleh berpesta. Mungkin bukan demokrasi ala barat yang diterapkan, tapi demokrasi ikhlas dan santun yang menjadi tradisi luhur nenek moyang kita.

Jadi, kalaupun kalah iklhaskan dan tetap santun. Niatkan saja semua dana yang keluar sebagai sedekah dan amal jariah. Semoga pahalanya tetap mengalir.

Tabik puunnn...


Amiruddin Sormin
Wartawan Utama

 

 

 

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya

Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved