Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Melon Panas Bumi: Teknologi PGE Ulubelu yang Ubah Takdir Petani Tanggamus
Lampungpro.co, 31-Jul-2025

Amiruddin Sormin 17816

Share

Proses budidaya melon panas bumi di greenhouse Pekon Muara Dua, Uku Belu Tanggamus.. LAMPUNGPRO.CO/EDIANAYAH

ULUBELU (Lampungpro.co): Kawasan Ulubelu di Kabupaten Tanggamus dikenal sebagai sentra kopi robusta Lampung dengan lanskap pegunungan dan udara sejuk. Di balik uap panas bumi yang menyuplai listrik nasional, hadir kisah menakjubkan tentang pertanian modern yang melawan takdir alam: budidaya melon di dataran tinggi.

Melon umumnya hanya tumbuh optimal di dataran rendah bersuhu hangat. Namun PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) Area Ulubelu berhasil menciptakan mikroklimat dalam rumah tanam (greenhouse) melalui pemanfaatan langsung energi panas bumi (direct-use geothermal). Hasilnya, melon kini tumbuh subur di ketinggian lebih dari 1.000 meter.

"Rasa buahnya sama dengan melon dataran rendah, bahkan lebih krenyes-krenyes. Ini bukti pemanfaatan energi panas bumi tak hanya untuk listrik, tapi juga pertanian," ujar Ryan Dwi Gustriandha, Assistant Manager Government & PR PGE Area Ulubelu, kepada Lampungpro.co, Kamis (31/7/2025).

Sistem pemanas dari air panas sisa (brine) menjaga suhu greenhouse tetap stabil antara 25–30 C. Selain brine, PGE juga memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk sistem ventilasi dan pencahayaan. Kombinasi teknologi ini mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menjadikan sistem pertanian lebih efisien dan rendah emisi.

Budidaya melon panas bumi, yang dikelola petani bersama PGE Area Ulubelu. LAMPUNGPRO.CO/EDIANAYAH

Program Melon Geothermal: Transformasi Energi untuk Kesejahteraan Warga

Di tengah tantangan perubahan iklim dan kebutuhan energi bersih, PGE Area Ulubelu melangkah lebih jauh melalui Program Melon Geothermal yang resmi bergulir sepanjang 2025 di Pekon Muara Dua. Program ini dirancang sebagai proyek percontohan pertanian berbasis energi terbarukan, yang menyatukan pemanfaatan brine dan PLTS dalam sistem pertanian modern.

Budidaya melon dilakukan di dalam greenhouse dengan sistem pengendalian suhu, kelembaban, dan pencahayaan yang dikendalikan secara presisi. Brine digunakan untuk pemanasan dan sterilisasi, sementara PLTS menyuplai kebutuhan listrik operasional secara efisien. Inovasi ini tidak hanya menekan emisi karbon, tetapi juga memberi nilai tambah dari energi panas bumi yang sebelumnya hanya digunakan untuk kelistrikan.

“Dengan panas bumi, melon bisa panen di tempat yang seharusnya tidak mungkin. Ini luar biasa,” ucap Edianayah, petani binaan PGE Ulubelu.

Melalui pendekatan terintegrasi, program ini berhasil meningkatkan produktivitas hingga dua kali lipat dibandingkan metode konvensional. Petani mampu meraup pendapatan hingga Rp100 juta per tahun, sembari melibatkan ibu rumah tangga dan pemuda dalam proses pengemasan dan pemasaran digital.

"Melalui inovasi ini, kami tidak hanya menyediakan energi bersih, tapi juga menciptakan nilai tambah ekonomi yang nyata bagi warga," jelas Hadi Suranto, General Manager PGE Area Ulubelu.

Program ini juga mendorong diversifikasi komoditas pertanian di Ulubelu, yang sebelumnya didominasi kopi dan hortikultura konvensional. Kini, masyarakat mulai menanam anggur, cabai merah, bahkan mengembangkan sistem perikanan terpadu dengan memanfaatkan limbah industri seperti cutting bekas bor dan filler cooling tower.

“Kami ingin menciptakan ekosistem berkelanjutan yang memberdayakan masyarakat lokal dengan teknologi yang kami miliki,” lanjut Hadi.

Dengan hasil positif tersebut, Program Melon Geothermal dinilai sebagai model pemberdayaan yang dapat direplikasi di wilayah lain yang memiliki potensi panas bumi namun belum dimanfaatkan secara sosial ekonomi.

Manajemen PGE Ulubelu saat menikmati melon panas bumi di Pekon Muara Dua. Ulubelu.LAMPUNGPRO.CO/EDIANAYAH

Investasi Tumbuh, Petani Bangkit

Keberhasilan panen melon panas bumi di Ulubelu juga menarik perhatian investor untuk ikut membangun greenhouse dan membiayai proses budidaya. Tingginya minat warga terhadap melon ini menjadi daya tarik utama investasi.

Menurut Edianayah, pihaknya bahkan kewalahan memenuhi permintaan. "Setiap panen selalu kurang, padahal pasarnya baru di sekitar sini, belum sampai keluar Tanggamus," ujar Edi, sapaan akrabnya.

Edi bersama lima rekannya kini mengelola dua greenhouse, untuk melon dan anggur. Masuknya investor akan difokuskan pada pembangunan greenhouse tambahan guna meningkatkan kapasitas produksi.

Melon yang dibudidayakan adalah varietas Inthanon, jenis melon premium asal Jepang yang manis, segar, dan beraroma khas. Dalam satu siklus, satu greenhouse mampu menghasilkan 1,2 ton melon dengan harga jual Rp35.000 per kilogram.

Edi menjelaskan ukuran greenhouse budidaya melon panas bumi ini yakni 16x24 meter. Satu greenhouse dapat ditanami 1.300 pohon.

Panen dilakukan serentak dan hasilnya seragam, berbeda dengan panen bertahap di dataran rendah.

"Kalau di dataran rendah, panennya bertahap. Tapi dengan teknologi panas bumi, panennya serentak dan bobotnya rata antara 1 hingga 1,2 kilogram," ujar Edi.

Ia menambahkan, satu tanaman hanya dibesarkan satu buah melon. Tujuannyq, untuk menjaga kualitas.

Tantangan utama adalah pengendalian hama dan menjaga sanitasi. Akses greenhouse dibatasi ketat. "Kami pernah gagal total satu siklus karena hama masuk akibat banyaknya pengunjung keluar masuk greenhouse," ungkapnya.

Dengan masa tanam 85 hari, petani bisa panen dua hingga tiga kali per tahun. Ini menjadi penghasilan tambahan yang sangat membantu, terutama bagi petani kopi yang biasanya hanya panen sekali dalam setahun.

"Prospeknya sangat bagus. Kami berharap PGE terus mengembangkan teknologi panas bumi ini ke pekon lain dengan menambah jumlah greenhouse," pungkas Edi.

Dua pembangkit listrik tenaga panas bumi di areal PGE LAMPUNGPRO.CI/AMIRUDDIN SORMIN

Pengakuan Nasional untuk Inovasi Lokal

Program ini turut menghantarkan PGE Ulubelu meraih penghargaan Platinum dalam kategori Economic Empowerment di ajang Indonesian Social Responsibility Award (ISRA) 2025 di Yogyakarta, 10 Juli lalu. PGE juga memborong penghargaan lain seperti Platinum untuk Sustainability Report, Gold untuk Rangers App dan Pupuk Katrili (PGE Lahendong), serta Silver untuk Ciclo Lab (PGE Lumut Balai) dan Gemah Karsa (PGE Kamojang). Penghargaan Best Presenter in Conference diraih oleh tim dari Ulubelu dan Lahendong.

“Energi hijau adalah bagaimana kami mengelola setiap potensi, termasuk limbah, menjadi sesuatu yang bernilai dan berdampak bagi masyarakat,” tegas Hadi.

Dengan 15 Wilayah Kerja Panas Bumi dan kapasitas terpasang 1.932,5 MW—setara 70% kapasitas nasional—PGE berkontribusi mengurangi emisi sekitar 10 juta ton CO₂ per tahun. Perusahaan ini juga memelopori pengembangan hidrogen hijau dan pemanfaatan geothermal untuk karbon kredit, sejalan visi Net Zero Emission 2060.

Sejak 2011, PGE telah meraih 18 PROPER Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Prestasi ini mempertegas komitmen perusahaan bahwa keberlanjutan bukan hanya slogan, tetapi aksi nyata yang berdampak luas.

Melalui Program Melon Geothermal, PGE Area Ulubelu menunjukkan bahwa transisi energi hijau dapat berjalan seiring dengan transformasi sosial ekonomi pedesaan. Di dataran tinggi yang dulu tak ramah bagi tanaman tropis seperti melon, kini tumbuh harapan baru—bagi petani, lingkungan, dan masa depan yang lebih hijau dan tangguh. (***)

Penulis: Amiruddin Sormin

Berikan Komentar

Anonymous


Informasi yang sangat bermanfaat. thanks Unissula Universitas Islam

Kopi Pahit

Artikel Lainnya

Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved