JAKARTA (Lampungpro.co): Gejolak tata niaga singkong di Provinsi Lampung tidak muncul tiba-tiba. Sejak awal 2024, gelombang unjuk rasa petani mengguncang kantor pemerintahan daerah dan pabrik-pabrik tapioka. Mereka menuntut keadilan harga, transparansi rafaksi, dan penghapusan praktik manipulasi alat ukur kadar pati.
Kondisi ini menjadi potret suram dari sistem perdagangan singkong yang timpang: petani berproduksi dengan biaya tinggi, namun dihargai murah, sementara industri mendapat bahan baku tanpa jaminan kualitas, namun tetap memaksakan rafaksi sepihak. Ketidakjelasan regulasi, lemahnya pengawasan, serta ketidakseimbangan posisi tawar menjadi akar masalah yang menahun.
Di tengah situasi inilah, Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, tampil menjadi suara utama daerah dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Rabu (25/6/2025), di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta. Dalam forum pembahasan RUU Komoditas Strategis itu, Gubernur Mirza secara lugas menyuarakan perjuangan petani singkong dan kepentingan industri dalam negeri yang kian tergerus oleh produk impor murah.
"Singkong adalah komoditas strategis karena menjadi bahan baku utama industri tapioka, namun Indonesia belum menjadi pemain utama produk turunannya," tegas Gubernur Mirza di hadapan anggota dewan dan kementerian terkait.
Gubernur Mirza menjelaskan, 95 persen produksi singkong di Lampung masuk ke industri. Namun kadar pati di tingkat petani rata-rata hanya 18–20 persen—di bawah standar industri.
Akibatnya, rafaksi yang dikenakan seringkali melebihi 20 persen tanpa kejelasan penghitungan. Tak hanya itu, harga jual singkong petani kerap jatuh hingga di bawah Rp1.000/kg, sementara biaya produksi terus naik akibat minimnya subsidi.
Sementara itu, industri tapioka lokal terpukul oleh masuknya produk impor dari Thailand dengan harga hanya Rp6.000/kg. Jauh di bawah biaya produksi lokal yang mencapai Rp7.500–Rp8.000/kg.
Solusi dari Lampung:
Dalam forum RDP, Gubernur Mirza mengusulkan tiga langkah terstruktur:
1. Jangka pendek: Penetapan harga acuan nasional Rp1.350/kg dengan kadar pati standar 24 persen, serta penerapan bea masuk anti-dumping terhadap tapioka impor.
2. Jangka menengah: Pengendalian impor lewat kebijakan larangan terbatas (Lartas), serta pengembalian subsidi pupuk dan bibit.
3. Jangka panjang: Penguatan kelembagaan petani melalui koperasi dan BUMDes, dengan pola kemitraan berkelanjutan bersama industri.
“Pemerintah harus hadir dalam seluruh rantai pasok singkong, dari budidaya, produksi, hingga pengolahan dan pemasaran,” ujar Mirza, sembari mencontohkan skema kemitraan di Mesuji sebagai model yang bisa direplikasi.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Lampung mengeluarkan Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2025, yang menetapkan harga beli singkong minimal Rp1.350/kg dengan rafaksi maksimal 30 persen. Instruksi ini berlaku sampai kebijakan nasional ditetapkan, dan bersifat wajib diikuti seluruh perusahaan tapioka.
Kebijakan ini menindaklanjuti SK Dirjen Tanaman Pangan Kementan Nomor 0375/TP.100/C/02/2025, yang mewajibkan standarisasi alat ukur kadar pati dan pengawasan rafaksi oleh dinas metrologi kabupaten/kota.
Namun Gubernur Mirza menilai langkah daerah saja tak cukup. Karena itu, ia telah menyurati Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan untuk memperkuat dasar hukum penetapan harga dan pengawasan alat ukur melalui regulasi tingkat nasional.
“Kami tidak ingin konflik petani dengan pabrik terus berulang setiap panen. Dibutuhkan kebijakan yang berpihak dan berkelanjutan,” tegasnya.
Perjuangan Gubernur Mirza tak hanya soal angka dan instruksi, tapi menjangkau lebih luas: menyelamatkan mata pencaharian ratusan ribu petani singkong Lampung, menjaga keberlanjutan industri nasional, dan memastikan rantai nilai pertanian tak dikendalikan oleh praktik curang atau tekanan impor.
Usulan Gubernur Lampung diharapkan menjadi acuan bagi DPR RI dan pemerintah pusat dalam menyusun RUU Komoditas Strategis yang benar-benar memihak pada kedaulatan pangan, keadilan pasar, dan kesejahteraan petani.. (***)
Editor: Amiruddin Sormin Laporan: Tim Lampungpro.co
#Berikan Komentar
Tulang Bawang
405
AGROBISNIS
336
Lampung Selatan
1497
Bandar Lampung
1041
399
27-Jun-2025
405
27-Jun-2025
336
27-Jun-2025
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia