Tabik puunnnn....
Meski Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan pemerintah tak boleh kalah oleh mafia, pencabutan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan, menunjukkan sesungguhnya pemerintah kalah telak. Kalah, karena kekuasaan, dana, dan aparat yang diberikan untuk melindungi rakyat, gatot alias gagal total dipakai dipakai melawan mafia.
Menyerahkan sepenuhnya penentuan harga 'komoditas hajat hidup orang banyak' seperti minyak goreng ke mekanisme pasar adalah 'selemah-lemah iman' pemerintah. Lebih dari enam peraturan dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan untuk mengatur minyak goreng, tapi semua jadi macan kertas.
Saat harga crude palm oil (CPO) melejit naik di pasar dunia, produksi dan distribusi minyak goreng seperti main petak umpet. Setop produksi kalau lagi dipantau dan diam-diam produksi kalau pengawasan longgar.
Distribusinya pun seperti itu. Saat HET diberlakukan produksi seadanya dengan dalih belum ada yang setor DMO (domestic market obligation). Masih nunggu pelunasan dan administrasi DMO dari eksportir CPO.
Namun begitu aturan HET kemasan dicabut, makjleb...minyak goreng kemasan langsung banjir di pasar. Pemerintah mengalah karena tak mau ambil risiko minyak goreng langka menghadapi puasa Ramadan dan Idulfitri.
Akibatnya, ibu-ibu yang dulu gerilya mencari minyak goreng yang ngumpet, kini malah ngumpet. Pasalnya, minyak goreng tiba-tiba pindah harga dari yang biasanya Rp45 ribu menjadi di atas Rp50 ribu per 2 liter. Malah, lebih mahal ketimbang sebelum penetapan HET minyak goreng Rp14 ribu per liter.
Kalahnya pemerintah melawan mafia ini harusnya, jadi pelajaran untuk menata ulang persoalan minyak goreng mulai dari hulu hingga hilir. Di hulu, pemerintah harus mengevaluasi penggunaan tanah negara yang dipakai pengusaha untuk perkebunan sawit.
Jika terbukti para mafia itu yang membuat rusuh produksi dan distribusi minyak goreng--seperti janji Menteri Perdagangan yang akan mengusutnya--jangan perpanjang lagi hak guna usaha (HGU) tanah negara itu. Sampaikan sejak awal, pemerintah tidak lagi memperpanjang HGU dan serahkan ke badan usaha milik negara seperti PT Perkebunan Nusantara.
Kemudian, pemerintah dalam hal ini Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tugaskan PT Perkebunan Nusantara untuk membangun refinery minyak goreng, agar jangan hanya gagah jadi penghasil CPO. Bentuk satu holding company di bidang refinery ini agar pemerintah punya stok minyak goreng yang disubsidi baik curah maupun kemasan dalam melawan mafia.
Belajar dari kekalahan bukan aib, karena kekalahan adalah keberhasilan yang tertunda. Itu, kalau mau belajar dan disebut membela rakyat...
Salam,
Amiruddin Sormin
Wartawan Utama
Berikan Komentar
Saya yakin kekalahan Arinal bersama 10 bupati/walikota di Lampung...
1320
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia