Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Sampai Kapan Pasien di Lampung Dicekoki Obat Farmasi?
Lampungpro.co, 03-Aug-2025

Amiruddin Sormin 1754

Share

Amiruddin Sormin. LAMPUNGPRO.CO

Bahkan dalam konteks pelayanan publik, kritik terhadap rumah sakit di Lampung sejauh ini masih berfokus pada ketimpangan pasien umum dan BPJS atau soal fasilitas fisik. Padahal isu yang lebih fundamental—seperti sempitnya pilihan terapi bagi pasien—jarang disentuh.

Model layanan kesehatan seperti ini berpotensi membentuk sistem ketergantungan struktural terhadap obat kimia. Tanpa disadari, rumah sakit dan praktik dokter menjadi semacam distributor tidak langsung dari industri farmasi, di mana resep menjadi jawaban tunggal atas semua keluhan medis.

Kondisi ini bukan hanya membatasi hak pasien untuk memilih terapi terbaik, tetapi juga berpotensi memperlambat proses penyembuhan dalam jangka panjang. Pengobatan farmasi memang penting dan seringkali menyelamatkan, tetapi ketika digunakan secara tunggal dan tanpa alternatif, risikonya bisa jauh lebih besar: efek samping, biaya berulang, serta hilangnya peluang penyembuhan dari pendekatan yang lebih tepat guna.

Mengacu pada apa yang sudah dijalankan oleh rumah sakit rujukan nasional dan daerah lain, Lampung sebenarnya memiliki peluang besar untuk melakukan reformasi layanan. Provinsi ini memiliki tenaga medis yang mumpuni, sumber daya pendidikan kesehatan, serta kebutuhan masyarakat yang besar terhadap pendekatan penyembuhan yang lebih manusiawi.

Beberapa langkah konkret yang dapat ditempuh antara lain membuka layanan akupunktur medik di RSUD tipe A atau B dengan dukungan tenaga profesional tersertifikasi. Menyediakan unit klinik herbal dengan pendekatan berbasis evidence, bukan semata tradisional.

Mengirim dokter umum dari daerah untuk mengikuti pendidikan spesialisasi akupunktur atau integratif di institusi resmi. Mendorong kolaborasi antara rumah sakit Lampung dengan institusi seperti RSCM dan RS Dharmais. Menyusun regulasi daerah agar terapi non-farmasi bisa dimasukkan dalam skema pembiayaan BPJS.

Jika rumah sakit nasional sudah mampu membuka ruang bagi terapi komplementer seperti akupunktur dan herbal, maka sangat ironis jika Lampung tetap terjebak dalam satu-satunya jawaban medis berupa resep obat. Ini bukan tentang menolak obat, tapi tentang memberi ruang bagi pilihan.

1 2 3

Berikan Komentar

Anonymous


Informasi yang sangat bermanfaat. thanks Unissula Universitas Islam

Kopi Pahit

Artikel Lainnya

Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved