Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

UNWTO Jadi Rekomendasi Kemenpar Belajar soal Air Connectivity
Lampungpro.co, 01-Apr-2017

882

Share

JAKARTA (Lampungpro.com)-Guna mencapai satu keberhasilan, dibutuhkan peran serta semua pihak agar bisa bersinergi. Dalam hal pariwisata sendiri adanya peran beberapa lembaga terkait agar bisa menopang dalam peningkatan jumlah wisatawan. Paling utama adalah pembangunan bandar udara yang memang salah satu pintu masuk para wisatawan datang ke suatu daerah.

"Indonesia Incorporated itu tidak bisa tidak. Kabupaten-Kabupaten di Danau Toba itu tidak mungkin bisa jalan sendiri-sendiri. Harus sinergi, berkolaborasi, maju bersama, incorporated," ujar Menkomar Luhut Binsar Pandjaitan di Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kemenpar yang di gelar di Hotel Borobudur, Jakarta, 30-31 Maret 2017.

Luhut juga langsung menunjuk dan memberi contoh Borobudur, Jawa Tengah. Tidak bisa berdiri sendiri. Harus terintegrasi dengan sempurna, antar daerah yang memiliki destinasi. Itu akan saling menguatkan, saling menaikkan value, dalam bingkai "Indonesia Incorporated."

"Sebentar lagi Badan Otorita Pariwisata Borobudur akan jadi. Maka Jogja Solo Semarang (Joglosemar) harus terkoneksi baik dalam infrastruktur dasar maupun program kepariwisataannya. Ada Sangiran di Solo, ada Karimunjawa di laut Jawa, ada Jogjakarta, ada Dieng, yang saling menguatkan destinasi dengan ikon Borobudur," ujar Luhut.

Itu semua adalah proses membangun soliditas destinasi. Kunci sukses pengembangan destinasi itu dipaparkan dengan gamblang oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya. Melalui satu rumus yang dia sarikan dari banyak sumber, menjadi 3A. Atraksi, Akses, Amenitas. "Benar, apa kata Pak Menko Luhut. Ketiga-tiganya harus kompak, solid, speed dan smart. Ketiganya harus incorporated, punya arah dan tujuan yang sama, memajukan pariwisata," kata Arief Yahya.

Dalam hal Akses, Arief Yahya meyakini hasil kajian United Nation World Tourism Organization (UNWTO) yang berpusat di Madrid, Spanyol itu bisa jadi bahan referensi. Bahwa "jembatan udara" itu berdampak signifikan dalam pariwsata di negara kepulauan seperti Indonesia. "Judulnya air connectivity and its impact on tourism. Ini bukan kajian baru, tetapi sudah dilaunching UNWTO sejak 2014," ujar Arief Yahya.

Pertama, harus ada deregulasi yang mendasar dalam penerbangan nasional. Permudah izin slot, dibuka lebih banyak bandara, yang ada destinasi level dunia dibuat international airport, lengkapi seluruh fasilitas yang terkait dengan syarat menjadi bandara internasional dan jangan dipersulit.

"Tiga poin yang harus disentuh. Air Service Agreement, Airport Development, Multiple Brand Strategy for Legacy Carriers," kata Arief.

Dia mencontohkan kerjasama bilateral dalam air service, yang signifikan mendongkrak angka kunjungan wisatawan. Jepang dan USA tahun 1998, langsung menaikkan inbound tourism hingga 33 persen, dan menanbah seats capacity 10 persen. Lalu Korea Selatan dan USA, juga sama, menaikkan 26.2 persen tourism, dan menambah kapasitas angkut hingga 26 persen.

India dan USA tahun 2005 sejak ada agreement, juga langsung mendongkrak jumlah wisman hingga 25,9 persen dan menambah daya tampung pengangkutan udara sampai 26 persen. Australia-USA tahun 1995 juga menaikkan wisman sampai 16 persen, dengan seats capacity 15 persen. "Singapore, Thailand, Malaysia juga sudah menggunakan pola ini," kata Arief Yahya.

Kedua, pembangunan airport, perluasan terminal, perpanjangan runway, di Jepang, langsung menaikkan jumlah kunjungan turis hingga 50-60 persen dalam dua tahun, pasca pembangunan. "Ini bukan kata Arief Yahya, bukan kata saya, tapi data UNWTO yang berbicara tanpa kata-kata. Saya selalu menghindari subjektifitas dengan kata-kata, biarlah angka yang bicara," ujarnya.

Jepang, Malaysia, Thailand, Singapore, Korea ceritanya sama. Pembangunan runway Narita International Airport di Tokyo tahun 2012-2013. "Dari 8 juta wisatawan, naik 13 juta (2014) dan sekarang sudah 20 juta," kata Arief.

Senada ceritanya dengan Kuala Lumpur International Airport-2 tahun 2014, terminal penumpang-2 utama Incheon Seoul Korea juga tahun 2011, Changi Int Airport Singapore 2008, Pembangunan runway Suvarnabhumi Bangkok dan reopening Don Mueang 2009 di Thailand, juga berdampak.

Ketiga, multiple brand strategy, yang dia contohkan Singapore Airlines. SQ istilah populer maskapai penerbangan dari Singapura itu punya airlines yang kelas menengah dan Low Cost Carrier (LCC), yakni Silk Air, Tiger dan Scoot. SQ sendiri bermain di full service, jarak jauh atau long haul, Silk Air jarak menengah dan full service. "Mereka punya Tiger Air yang nerrow body dan Scoot Air yang wide body, dua-duanya LCC," kata Menpar Arief.

Jepang punya All Nippon Airway (full service), Air Japan (chartered airlines), ANA Wings (domestik), Air Do (LCC Domestik), Vanilla Air (LCC International). Thailand juga punya Thai Airlines, untuk yang full service dan Thai Air serta Nok Air yang sama-sama LCC.

"Semua benchmark itu sangat aktual dan diikuti banyak negara yang ingin sukses serupa. Ingat, mereka bisa begitu, karena Mereka menemukan formulasi ini sudah melalui exercise yang panjang, proses jatuh bangun berdarah-darah. Kita jangan memulai dari yang babak belur, kita harus memulai dari ujung akhir," kata Menpar Arief Yahya.

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Lampung Dipimpin Mirza-Jihan: Selamat Bertugas, "Mulai dari...

Dukungan dan legacy yang besar, juga mengandung makna tanggung...

11509


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved