Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Bandar Lampung 343 Tahun, Transportasi Umum Mati Suri, Bepergian Makin Mahal
Lampungpro.co, 15-Jun-2025

Amiruddin Sormin 4916

Share

Tanpa kehadiran negara, kota ini akan terus mengalami “krisis transportasi” yang memperlebar ketimpangan sosial dan ekonomi.

BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co): Dengan nada kesal, warga Bandar Lampung bernama Dadang Suhanda mengirim pesan WhatsApp ke redaksi Lampungpro.co awal Mei 2025. Dadang mengeluh sudah lima tahun lamanya akses transportasi umum di wilayah Tanjungkarang menuju Ir. Sutami, khususnya arah Kantor Kelurahan Campang Jaya, nyaris tidak mengalami perubahan. Ia menyampaikan minimnya jumlah angkutan kota sangat menyulitkan masyarakat, terutama anak-anak sekolah.

Mereka terpaksa harus menggunakan ojek online setiap hari, yang memakan biaya besar. "Anak sekolah capek naik ojek online berangkat dan pulang sekolah, habis ongkos!" keluh Dadang.

Dadang berharap Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung segera turun tangan dan memperbanyak trayek serta armada angkutan umum di wilayah tersebut. “Rasanya pengen demo aja,” ujarnya.

Keluhan ini menjadi gambaran nyata betapa krisis transportasi di Kota Bandar Lampung saat memasuki usia ke-343 tahun pada 17 Juni 2025. Kota Bandar Lampung dinilai masih menghadapi sejumlah persoalan mendasar di berbagai sektor seperti transportasi.

Kota Bandar Lampung kini berada dalam situasi darurat transportasi umum. Dua moda utama warga—Bus Rapid Transit (BRT) dan bus kota Damri—resmi tutup. Sementara angkot dibiarkan mati pelan-pelan.

Sementara warga kesulitan akses mobilitas murah, pemerintah daerah dinilai abai. Kondisi ini kontras dengan Jakarta, yang justru menjadikan transportasi publik sebagai prioritas dan mendapat subsidi negara secara besar-besaran.

Harapan Gagal: BRT Trans Bandar Lampung

BRT Trans Bandar Lampung diresmikan 19 Desember 2011, setelah masa uji coba pada 14–17 November 2011. Sistem ini dikelola oleh PT Trans Bandar Lampung, konsorsium 37 perusahaan angkutan lokal, tanpa dukungan subsidi pemerintah pusat maupun daerah.

Diawali dengan dua koridor dan 40 armada, layanan ini berkembang jadi tujuh koridor dengan 250 bus. Namun masalah muncul dari awal: resistensi sopir angkot, halte tak layak, hingga sistem tiket manual yang rentan kebocoran. BRT akhirnya bangkrut akibat kredit macet ratusan miliar di Bank Jabar Banten (BJB). Sejumlah bus dilelang, AC dicopot, dan layanan resmi dihentikan.

Di sisi lain, Damri telah melayani transportasi kota Bandar Lampung lebih dari 30 tahun. Namun beban operasional dan sepinya penumpang membuatnya merugi sekitar Rp2 miliar per tahun. Pada 1 April 2019, Pemerintah Kota Bandar Lampung mengalihkan layanan DAMRI ke BRT.

Namun BRT pun tumbang. Alhasil, masyarakat kehilangan dua moda transportasi massal sekaligus—tanpa pengganti.

Kini, sebagian besar warga hanya bergantung pada ojek daring atau kendaraan pribadi dengan ongkos jauh lebih mahal. Bepergian kini makin mahal di Kota Tapis Berseri ini.

Transportasi Publik Jakarta: Disubsidi dan Terintegrasi

Berbanding terbalik, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus mengembangkan sistem transportasi publik yang modern dan terintegrasi. Pemerintah daerah tidak hanya mengatur, tetapi juga memberi subsidi besar-besaran untuk menjamin keterjangkauan harga tiket.

Beberapa moda andalan Jakarta:

1. TransJakarta:Bus rapid transit (BRT) terbesar di Asia Tenggara dengan ratusan koridor. Tarif flat Rp3.500 disubsidi lewat skema Public Service Obligation (PSO).

2. MRT Jakarta dab LRT. Moda kereta modern dengan koneksi stasiun ke berbagai titik strategis. Tarif bersaing dan terus dikembangkan ke wilayah penyangga seperti Bekasi dan Depok.

3. Mikrotrans dan JakLingko. Angkutan kota lama seperti mikrolet direvitalisasi jadi armada baru ber-AC, tanpa pungli, dengan sistem tap card. Disubsidi penuh, gratis bagi pemegang kartu KJP, lansia, dan penyandang disabilitas.

Jakarta bahkan mengembangkan aplikasi integrasi digital seperti JakLingko yang memudahkan warga untuk berpindah moda hanya dengan satu kartu atau aplikasi. Semua sistem tersebut didesain terintegrasi, ramah lingkungan, dan inklusif.

Mengapa Bandar Lampung Gagal?

Analis menilai kegagalan transportasi publik di Bandar Lampung bukan semata teknis. Ada tiga faktor utama:

1. Tidak ada political will pemerintah daerah menjadikan transportasi publik sebagai prioritas.

2. Minimnya subsidi dan regulasi yang mendukung ekosistem angkutan umum.

3. Ketiadaan integrasi moda dan perencanaan jangka panjang.

Sementara Jakarta menjadikan mobilitas warga sebagai pelayanan dasar yang disubsidi dan diawasi, Bandar Lampung menyerahkan seluruh beban mobilitas pada mekanisme pasar dan sektor swasta—yang akhirnya tumbang.

Bandar Lampung membutuhkan langkah konkret dan cepat untuk menyelamatkan hak mobilitas warganya. Tanpa kehadiran negara, kota ini akan terus mengalami “krisis transportasi” yang memperlebar ketimpangan sosial dan ekonomi. (***)

Editor: Tim Lampungpro.co

Berikan Komentar

Anonymous


A

Anonymous


DPRD dan PEMKO segeralah mengaktifkan transportasi umum 24jam bagi warga BDL agar keterbatasan ruas jalan terutama ZA Pagar Alam - Teuku Umar - Radin Inten - Kartini - Sudirman dapat terkendali untuk 5 - 10 - 20 tahun lagi. Jangan terus berharap bantuan pusat dan upgrade mobil dinas

Kopi Pahit

Artikel Lainnya

Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved