Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Catatan: Harga CPO Dunia Menjulang Tinggi, Minyak Goreng Makin tak Menentu Hadapi Puasa
Lampungpro.co, 04-Mar-2022

Amiruddin Sormin 1379

Share

Operasi pasar minyak goreng di Pasar Kangkung Telukbetung, Bandar Lampung. LAMPUNGPRO.CO/FEBRI ARIYANTO

BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co): Janji Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi membuat aman stok dan harga minyak goreng (migor) sesuai harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 per liter hingga akhir Februari 2022, ternyata meleset. Hingga awal Maret 2022, migor masih langka hingga membuat atrian dimana-mana dan harganya masih selangit.


Kebijakan pemenuhan kebutuhan domestik atau domestic market obligation (DMO)-domestic price obligation (DPO) yang digadang-gadang jadi win-win solution mengatasi rayuan ekspor crude palm oil (CPO). Sekaligus mengamankan pasokan migor dalam negeri ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan.�

Kondisinya malah mirip seperti 'berharap burung terbang, punai di tangan dilepas', berharap meraih devisa tinggi dari ekspor CPO, kondisi dalam negeri awut-awutan. Ini 'happy problem' yang seharusnya bikin bahagia karena harga CPO dunia naik ke level tertinggi.�

Berdasarkan catatan Reuters, per Kamis (3/2/2022), harga CIF India untuk pengiriman CPO Maret 2022 adalah 1.925 dolar AS per ton CPO, minyak kedelai �1.865 dolar AS per ton dan minyak rapeseed 1.900 dolar AS per ton. Minyak sawit jadi minyak nabati termahal saat ini.

Salah satu korban dari tidak mudahnya menerapkan DMO itu adalah CV Sinar Laut, Bandar Lampung. Perusahaan ini tak bisa menyalurkan minyak goreng sesuai HET karena rumitnya administrasi DMO. Akibatnya, ratusan ribu liter menumpuk di gudang, sementara warga di Lampung susah mencari migor.

Kebijakan DMO yang banyak dikritik ini pun membuat enam produsen migor berhenti produksi karena tidak mendapat pasokan CPO. Menurut data Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) kebijakan DMO hanya bisa dilaksanakan perusahaan terintegrasi. Padahal dari 34 anggota GIMNI, hanya 16 yang terintegrasi, sisanya, produsen yang pasarnya hanya dalam negeri.�

Kondisi inilah yang bakal berlanjut saat menghadapi puasa Ramadan yang tinggal menghitung hari. Tarik menarik antara ekspor CPO dan pemenuhan migor dalam negeri diprediksi tetap berlanjut, sepanjang kebijakan DMO masih berlaku.�

Bagaimana dengan Lampung? Kondisinya setali tiga uang. Kemampuan perusahan refinery yang ada di Lampung tak seimbang dengan kebutuhan. Kebutuhan migor di Lampung diperkirakan sebanyak 600 ribu liter/hari.�

Sementara komitmen Sungai Budi Gruop memproduksi migor yang tercatat di Kementerian Perdagangan 500 ribu liter/hari. Itu pun tak semuanya akan dikirim ke Lampung.

Industri Turunan CPO Berada di Bibir Jurang

Gonjang-ganjing akibat DMO ini, tak hanya membuat ibu-ibu pusing mencari migor. Para pelaku industri turunan CPO kini juga dibuat tepok jidat lantaran terimbas DMO. Padahal banyak industri yang tak punya kebun sawit (industri hulu) dan retail minyak goreng (hilir).

Perusahaan multinasional seperti Unilever, misalnya, juga tengah ketar-ketir karena kebijakan DMO itu. Unilever yang banyak memproduksi barang dari turunan CPO pun terkena DMO 20%. Lalu, apakah DMO Unilever ini dalam bentuk sabun atau shampo?

Belum lagi sejumlah perusahaan kecil produsen oleokimia. Sejumlah perusahaan olekimia anggota Asosiasi Produsen Oleokimia Indonesia (Apolin) memilih berhenti produksi dan sebagian merumahkan karyawannya. Apolin menggambarkan kondisi mereka berada di tepi jurang dan tinggal tertiup angin dan bakal ambruk.

Dari kondisi itu, harapannya memang pemerintah segera mengevaluasi kebijakan DMO-DPO untuk melihat efektivitasnya, sehingga bisa dipastikan apakah meneruskan DMO-DPO atau kembali ke kebijakan subsidi minyak goreng. Berkacalah pada kegagalan ekspor benih lobster yang gagal total dan berujung menterinya diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kebijakan DMO ini mirip kebijakan ekspor benur lobster. Pengusaha boleh ekspor benur lobster dengan catatan melakukan budidaya. Namun dalam prakteknya, hanya segelintir yang budidaya dan ekspor tetap berlanjut, hingga akhirnya diberangus KPK. (Amiruddin Sormin, jurnalis tinggal di Bandar Lampung)

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Lampung Dipimpin Mirza-Jihan: Selamat Bertugas, "Mulai dari...

Dukungan dan legacy yang besar, juga mengandung makna tanggung...

19004


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved