Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Catatan Bisnis Singkong Lampung, Industri Berkibar Petani Terkapar
Lampungpro.co, 24-Mar-2021

Amiruddin Sormin 7349

Share

Panen singkong di Lampung Timur, pekan lalu. LAMPUNGPRO.CO/DOK

BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co): Gonjang-ganjing bisnis singkong di Provinsi Lampung, nyaris tak merebak ke permukaan. Bisa jadi karena bingung mau berbuat apa atau tak sanggup melawan industri yang kini menjelma menjadi 'negara dalam negara'. 


Itu sebabnya, isu ini tak menarik bagi kepala daerah manapun, sehingga hanya segelintir kepada daerah yang mau menerima curhatan para petani singkong. Simaklah, tak satu pun ada kepala daerah di Lampung ini yang mau sidak ke lapak, pabrik, dan kebun singkong alias ubikayu.

Singkong hanya dibangga-banggakan dalam laporan sebagai provinsi produsen terbesar di Tanah Air. Maklum, sejak era 2000-an Lampung memang jawara di bahan pangan ini. Tengoklah catatan Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (KTPH) Provinsi Lampung. Pada 2014 produksi ubikayu sempat menyentuh angka 8 juta ton.

Kemudian turun menjadi 7,3 juta ton (2015), 6,4 juta ton (2016), 5,4 juta ton (2017), dan 5 juta ton pada 2018. Pada 2019, luasan lahan panen tinggal 199.385 hektare dengan produksi 4,9 juta ton. Meski sempat naik menjadi 5,6 juta ton di 2020, namun seiring anjloknya harga singkong hingga Rp700 per kg dengan potongan hingga 30%, bakal membuat produksi merosot. 

BACA JUGA: Simalakama Petani Singkong Lampung Timur, Dipanen Cuma Rp600/Kg, tak Dipanen Jadi Akar

Penurunan kinerja produksi ini diakui oleh DKTPH Provinsi Lampung, karena terus merosotnya harga singkong sehingga membuat petani beralih ke tanaman lain. Pasalanya, tak ada jaminan lindung harga dan lindung mutu di agrobisnis singkong ini. 

Catatan Lampungpro.co yang dihimpun dari berbagai petani dan kelompok tani, hantu misterius yang hingga kini belum dipahami petani adalah dari mana penetapan harga singkong hingga bisa anjlok. Kemudian dari mana asal refaksi yang hingga 30% dan membuat petani menerima hasil panennya seperti bukan berbisnis, tapi agar tak disebut 'perampokan'.

Misteri ini yang membuat petani bertahan tidak mencabut singkong sampai harga membaik. Meskipun sepekan terakhir harga mulai bergerak naik dari Rp600-Rp700/kg menjadi Rp900/kg, tuntutan petani tetap yakni harga minimal Rp1.000 dengan potongan rafaksi maksimal 10%. 

"Dulu pernah saat singkong rata-rata Rp1.500 ada pabrik yang berani terima harga Rp1.000 potongan 0%. Jadi, kalau Rp1.000 potongan maksimal 10% masih relevan untuk petani atau pelaku usaha khususnya singkong, Namun, minimal umur singkong 10 bulan. Itu harapan kami, kalau mau adil gunakan tester kadar tapioka untuk menentukan besaran potongan," kata Andy, petani singkong asal Lampung Tengah, Selasa (23/3/2021).

Di sisi lain, menurut Tony juga petani singkong, refaksi yang tepat adalah 5%. Penambahan refaksi idealnya pada kadar pati yang tidak mencapai kalkulasi minimal. "Kalau ada jenis singkong yang memang tidak sesuai kadar patinya, sebaiknya ditolak atau tidak diterima. Ini untuk menghindari adanya pilih kasih atau dianggap sama saja singkong tua atau muda. Mengenai harga, kita juga perlu memperhatikan berapa harga jual tepung tapioka dan biaya produksi, pajak, dan biaya lainnya," kata Tony.

Selain itu, kata Tony, varietas juga berpengaruh. "Alangkah baiknya pabrik ikut menentukan varietas singkong unggulan untuk bisa diterima. Maksud saya, untuk menghindari besaran potongan sebelum potongan ditentukan mutlak batas minimal atau maksimal harus juga tercantum sebagai kesepakatan beberapa faktor yakni varietas dan umur singkong dengan tetap menggunakan alat tester, dan harga bawah/minimal singkong," kata dia 

Pengaplikasian alat tester, kata Tony, juga dapat memacu daya saing di tingkat petani agar tidak panen singkong di usia muda, juga secara tidak langsung mengapresiasi petani singkong yang mampu dan mau panen singkong yang sudah cukup umur setidaknya satu tahun. "Ini juga harus jadi pertimbangan selain penetapan harga dan potongan," kata dia.

Simpang Siur Industri Tapioka

Polemik bisnis singkong di Lampung juga diperparah simpang siur berapa sebenarnya jumlah industri yang beroperasi dan siapa saja pemiliknya. Simpang siur data ini pernah terungkap antara data milik Dinas Perindustrian Provinsi Lampung dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saat dialog interaktif bertema 'Singkong, Menagih Janji Keberpihakan Rezim' yang digelar Komisi 1 DPRD Provinsi Lampung, Senin (8/3/2021). 

Menurut catatan KPPU Kanwil II Sumatera, dari 54 perusahaan tepung tapioka di Lampung, ditemukan terdapat empat empat perusahaan terafiliasi pada group yang sama. Menurut Kepala Kanwil KPPU Wilayah II Sumatera, Wahyu Bekti Anggoro, dari 54 perusahaan pengolahan tapioka.

Selanjutnya, kata Wayhu Bekti, teridentifikasi terdapat 71 pabrik tapioka yang melakukan kegiatan produksi di Provinsi Lampung. Kemudian, didapatkan temuan empat perusahaan yang diduga terafiliasi tersebut sedikitnya memiliki 17 pabrik dengan kemampuan produksi di atas 50% dari total produksi tapioka di Provinsi Lampung.

Perusahaan apa saja yang masih berkibar menguasai industri tepung tapioka Lampung? Merujuk pada undangan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi kepada industri tepung tapioka yang berlangsung Rabu (24/3/2021), ada 10 perusahaan yang dibidik yakni PT Budi Starch and Sweetener Tbk Group, PT Berjaya Tapioka Indonesia (Bertindo), PT Darma Agrindo, dan PT Florindo Makmur Group.

Kemudian, PT Gajah Mada Internusa, PT Mitra Patimas, PT Sinar Pematang Muda, PT Sinar Laut, PT Sari Angro Manunggal, dan PT Umas Jaya Agrotama. Menurut informasi yang dihimpun Lampungpro.co di internal Pemprov Lampung, ini adalah undangan kedua yang dilayangkan ke para bos industri itu. "Dulu pernah diundang atas nama dinas, tapi tak ada yang datang, sekarang kami undang atas nama Gubernur, mudah-mudahan datang," kata seorang pejabat eleson II Pemprov Lampung.

BACA JUGA: Harga Singkong Anjlok, HKTI Sampaikan Tuntutan Petani, DPD RI Janji Surati Presiden RI

Jika merujuk pada kesimpulan sementara KPPU ada empat perusahaan yang diduga terafiliasi, bisa disimpulkan salah satunya adalah PT Budi Starch and Sweetener Tbk Group. Inilah satu-satunya perusahaan asli Lampung yang melenggang di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta dan masih mampu bertahan menjual sahamnya di era pandemi Covid-19.

Dikutip dari Bisnis.com, anak usaha Sungai Budi Group yakni PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) dan PT Budi Starch & Sweetener Tbk (BUDI), pada 2019, TBLA mampu mencatatkan laba Rp663 miliar. Menurut Wakil Presiden Direktur TBLA dan BUDI Sudarmo Tasmin, TBLA merencanakan belanja modal tahun ini dapat mencapai 26 juta dolar Singapura untuk melancarkan ekspansi produk hilir pada 2020. Selain itu, TBLA akan membangun satu pabrik refined glycerine berkapasitas 120 ton per hari. 

TBLA juga membangun pabrik biodiesel berkapasitas 1.500 ton per hari di Lampung. Dengan demikian total kapasitas produksi biodiesel menjadi 2.500 ton per hari pada 2020. Selain itu perseroan akan membangun pabrik refinery berkapasitas 2.500 ton per hari di lokasi yang sama. Setidaknya pada 2021, TBLA dapat memproduksi 750.000 ton dengan kapasitas 2.500 ton per hari. 

BUDI juga tengah menambah kapasitas pabrik sebesar 60.000 ton di Lampung. Pabrik itu direncanakan beroperasi pada kuartal I/2020. Dengan demikian BUDI memiliki kapasitas produksi tepung mencapai 900.000 ton per tahun. 

Total kapasitas itu membuat BUDI menjadi produsen terbesar tepung tapioka di Indonesia dan salah satunya di Asia Tenggara. Pabrik itu kami akusisi dari perusahaan asing yang tidak jadi dibuat. Biaya investasi sekitar Rp50 milliar dan tahun depan sudah akan berproduksi, kata Sudarmo Tasmin.

Dugaan Praktek Oligopoli dan Monopsoni

Upaya penyehatan bisnis singkong di Lampung pernah dilakukan Gubernur Lampung Oemarsono di era 2000-an agar harga singkong naik, yakni dengan membangun Industri Tepung Tapioka Rakyat (Ittara). Kehadiran Ittara ini sempat membuat harga singkong stabil, namun pelan-pelan mati karena kekurangan pasokan bahan baku. Kesimpulan matinya Ittara karena pasokan bahan baku merupakan hasil penelitian Bank Indonesia Perwakilan Lampung.

Kemudian, di era Gubernur Sjachroedin Z.P, Pemerintah Provinsi Lampung membuka kran investasi industri ethanol. Sejumlah industri etanol tumbuh di Lampung sehingga membuat harga stabil, karena tak lagi didominasi industri tepung tapioka. 

Lapak singkong di Jalan Ir. Sutami, Desa Sripendowo, Lampung Timur, saat dibidik Minggu (21/3/2021). LAMPUNGPRO.CO/AMIRUDDIN SORMIN

Saat itu, kata Syahrul, perwakilan kelompok petani singkong Lampung Utara, mengatakan kehadiran industri etanol sempat membuat harga singkong naik hingga Rp2.000/kg. "Industri etanol saat itu mematok harga singkong Rp1.000 per kilogram. Petani kemudian berbondong-bondong menjual singkong ke pabrik etanol. Industri tapioka pun akhirnya menaikkan harga singkong hingga Rp2.000, namun hanya bertahan dua tahun, dan singkon ajlok lagi karena pabrik etanol tutup," kata Syahrul.

SIMAK JUGA: Tak Ada Aturan Refaksi dan Rugikan Petani, KPPU Kawal Anjloknya Harga Singkong Hingga Penyidikan

Salah satu industri etanol yang tutup itu adalah PT Medco Energi Internasional Tbk yang merugi sebesar  20 juta dolar AS akibat menutup pabrik atau kilang ethanol miliknya di Lampung. Direktur Utama dan CEO Medco, Lukman Mahfoedz mengungkapkan, penutupan pabrik ethanol itu efektif dilakukan sejak 16 Oktober 2013. Pasalnya, pabrik yang beroperasi sejak 2009 itu tutup karena tidak mencukupinya pasokan bahan baku.

Dari kasus matinya ittara dan industri inilah yang membuat Himpunan Kerukutan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi Lampung meminta KPPU agar melakukan penyidikan dugaan praktek oligopoli yang melanggar UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Menurut HKTI praktek ini membuat sulitnya hilirisasi singkong di Lampung selain menjadi tepung, karena tidak bakal terjadi persaingan sehat selama praktek itu masih terjadi. (AMIRUDDIN SORMIN-JURNALIS)

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Lampung Dipimpin Mirza-Jihan: Selamat Bertugas, "Mulai dari...

Dukungan dan legacy yang besar, juga mengandung makna tanggung...

23236


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved