Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Sidang Kasus Korupsi Lahan Milik Kemenag di Natar, Kuasa Hukum Terdakwa Ajukan Eksepsi Keberatan Dakwaan Jaksa
Lampungpro.co, 23-Dec-2025

Febri 445

Share

Gedung Pengadilan Negeri Tanjungkarang | Lampungpro.co

Konsekuensi logis dan yuridis dari pengabaian tersebut adalah timbulnya Implikasi Prejudicial Question, yang mana unsur pokok pidana yang didakwakan khususnya unsur ‘secara melawan hukum telah mengakibatkan hilangnya Aset Negara menjadi prematur untuk dibuktikan dalam peradilan pidana. Hal ini disebabkan karena status kepemilikan aset tersebut telah ditentukan secara definitif sebagai hak milik Terdakwa melalui putusan pengadilan yang lebih tinggi, sehingga peradilan pidana harus dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard).

2. Tidak Jelas Dakwaan Penuntut Umum.

Adapun ketidakjelasan dakwaan Penuntut Umum sebagai berikut:

a. Luas objek tanah (aset negara) tidak jelas dan tidak berkepastian hukum.

Bahwa Penuntut Umum dalam dakwaan mendalilkan Kerugian Negara Sebesar Rp.54.445.547.000,- (Lima Puluh Empat Miliar Empat Ratus Empat Puluh Lima Juta Lima Ratus Empat Puluh Tujuh Ribu Rupiah) akibat hilangnya Aset Negara milik Kementerian Agama RI seluas 17.200 M ² (Tujuh Belas Ribu Dua Ratus Meter Persegi), akibat dari adanya Putusan Perdata (vide him 4 dakwaan).

Bahwa Terdakwa dalam Perkara Perdata a quo tidak pernah mendapatkan Hak Milik seluas 17.200 M ² (Tujuh Belas Ribu Dua Ratus Meter Persegi), namun mendasari 2 (dua) SHM No. 212/1994 tanggal 5 Maret 1994 dan SHM No. 1098/ Pemanggilan Tanggal 27 Oktober 2008 dengan total luas 13.605 M ² (Tiga Belas Rihu Enam ratus Lima Meter Persegi).

Sehingga antara Dakwaan Penuntut Umum yang seluas 17.200 M ² (Tujuh Belas Ribu Dua Ratus Meter Persegi) dengan fakta hukum perdata terkait dengan hak kepemilikan terdakwa terdapat selisih luas sebesar 3.595 M ² (Tiga Ribu Lima Ratus Sembilan Puluh Lima Meter Persegi) yang diikutsertakan dalam penghitungan Kerugian Negara dan juga dituduhkan timbul akibat perbuatan Terdakwa adalah Dakwaan yang tidak beralasan hukum.

Sehingga menegaskan bahwa Penuntut Umum tidak jelas dan tidak memiliki kepastian hukum terhadap luas tanah yang menjadi bukti dugaan Tindak Pidana sehingga nilai kerugian atas tanah seluas 17.200 M ² (Tujuh Belas Ribu Dua Ratus Meter Persegi) dengan nilai Rp.53.589.570.000,00,- (Lima Puluh Tiga Miliar Lima Ratus Delapan Puluh Sembilan Juta Lima Ratus Tujuh Puluh Ribu Rupiah) sebagaimana penghitungan oleh BPKP perwakilan Provinsi Lampung adalah penghitungan kerugian Negara yang didasari oleh keterangan dan data yang tidak jelas berdasarkan fakta hukum dalam dugaan peristiwa pidana a quo.

b. Bahwa Dakwaan Penuntut Umum tidak menjelaskan kronologis apakah perbuatan terdakwa berdampak atas kerugian lepas atau hilangnya tanah aset dahulu Departemen Agama RI saat ini Kementerian Agama RI yang hilang sebagian atau seluruhnya berdasarkan kepada SHP Nomor: 12/NT/1982 Tanggal 03 Juli 1982 ataukah akibat hukum yang timbul akibat dari dugaan Tindak Pidana a quo telah berdampak tidak dapat dikuasai atau memanfaatkan tanah aset dahulu Departemen Agama RI saat ini Kementerian Agama RI.

Bahwa apabila secara jelas menegaskan kerugian senilai Rp.53.589.570.000,00,- (Lima Puluh Tiga Miliar Lima Ratus Delapan Puluh Sembilan Juta Lima Ratus Tujuh Puluh Ribu Rupiah) terjadi akibat hilangnya tanah seluas 17.200 M ² (Tujuh Belas Ribu Dua Ratus Meter Persegi) tidak pernah terjadi dalam fakta hukum proses perdata, melainkan luas lahan yang menjadi objek gugatan perdata adalah seluas 13.605 M ² (Tiga Belas Ribu Enam Ratus Lima Meter Persegi) bila mengikuti tafsir harga BPKP Provinsi Lampung terhadap nilai tanah Per-meter tidak mencapai nilai Kerugian Negara yang dimaksud dalam Dakwaan Primair dan Subsidair.

c. Bahwa dakwaan tidak jelas menegaskan apakah peristiwa proses dugaan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Primair dan Subsidair terjadi dalam proses peralihan SHM No. 212/1994 tanggal 5 Maret 1994 atau SHM No. 1098/Pemanggilan Tanggal 27 Oktober 2008 ataukah kedua-duanya. Dikarenakan penerbitan 2 (dua) SHM tersebut memiliki jarak waktu yang cukup lama.

Bahwa dalam Dakwaan Penuntut Umum hanya menguraikan secara singkat seakan-akan bahwa proses peralihan keduanya sama-sama melawan hukum secara administratif atau prosedural sedangkan SHM No. 212/1994 tanggal 5 Maret 1994 adalah produk Badan

Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Selatan yang sah saat terjadi proses jual beli antara ahli waris alm. Supardi, melalui saksi Affandi Mansyah selaku kuasa jual yang mana SHM tersebut telah terbit dan ada sebelum adanya proses peralihan hak pada Terdakwa melalui Proses Jual beli.

Sedangkan Proses penerbitan SHM No. 1098/Pemanggilan Tanggal 27 Oktober 2008, dilakukan oleh Terdakwa melalui proses Jual beli dengan belum diterbitkannya Sertifikat Hak Milik dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Selatan, hingga dinaikkan status hak kepemilikannya menjadi SHM melalui Saksi Theresia Dwi Wijanti. S.H., selaku Notaris dan PPAT sehingga proses penerbitan SHM a quo secara hukum telah memenuhi prosedur yang berlaku.

Berdasarkan hal tersebut, terbukti secara sah dan meyakinkan Dakwaan Penuntut Umum tidak jelas karena menggabungkan Tindak Pidana Umum atau Pelanggaran Administratif dengan Tindak Pidana Korupsi.

d. Dakwaan terhadap kerugian pagar yang terdapat pada objek aset negara milik dahulu Departemen Agama RI saat ini Kementerian Agama RI tidak diuraikan apakah mengalami kehilangan/musnah/rusak atau kerugian lainya tidak jelas dilakukan oleh siapa pelakunya yang kemudian terdapat perhitungan kerugian negara.

1 2 3 4 5 6 7 8

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya

Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved