Tabik puuunnn.…
Seorang netizen di Lampung memposting video di TikTok soal jalan rusak entah di mana dan kapan yang tiba-tiba ditambal karena akan dilewati Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal (Mirza). Anehnya, netizen itu bukannya mengadu ke Gubernur Mirza tapi ke Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi alias Kang Dedi Mulyadi (KDM).
KDM alias Bapak Aing, kini bukan sekadar Gubernur Jawa Barat, tapi berubah menjadi referensi nasional dalam berbagai kebijakan dan tempat curhat nasional apa pun dan di mana pun berada. Seperti itu tadi, jalan rusak di Lampung tapi curhatnya ke KDM.
Itu semuanya berkat konsistensinya membangun komunikasi dengan masyarakat sejak jadi Bupati Purwakarta dan Anggota DPR RI. Tak heran menurut data, hingga Juni 2025 estimasi YouTube: Dedi Mulyadi Channel mencapai 3,84 juta subscriber dengan total views: 1 miliar.
Kemudian, Facebook: @DediMulyadi punya 5,1 juta pengikut, Instagram: @dedimulyadi71 punya 2 juta pengikut, dan TikTok: @dedimulyadi.official punya 2,8 juta pengikut. Dari angka-angka inilah kemudian ada yang menobatkan KDM sebagai 'Gubernur Konten'.
Apakah KDM menyewa buzzer untuk meraih jutaan pengikut itu? Hingga kini, tidak ada bukti resmi bahwa KDM menyewa buzzer.
Konten KDM tidak terindikasi menyewa buzzer karena tidak menyerang lawan politik. Tidak menggunakan narasi politik konfrontatif dan tidak pakai akun anonim untuk framing negatif.
Jadi, gaya komunikasi KDM lebih mengandalkan “emotional resonance” daripada “digital propaganda.” Meskipun ada tim media sosial, ia tidak tampak mengandalkan buzzer politik berbayar.
Apa sebenarnya yang dilakukan KDM? Sedikit merujuk referensi, gaya komunikasi KDM dikenal sebagai teori Dramaturgi (Erving Goffman).
Goffman menyatakan bahwa dalam interaksi sosial, individu tampil layaknya aktor di atas panggung. KDM membangun persona sebagai pemimpin yang sederhana, dekat dengan rakyat, penuh empati terhadap masyarakat kecil, dan memperlihatkan ritual budaya lokal. Ia "tampil di depan panggung" untuk membentuk persepsi publik yang simpatik. Kamera menjadi ‘panggung’, dan masyarakat kecil yang dibantu menjadi bagian dari naskah yang menggerakkan emosi publik.
Kemudian, teori Uses and Gratifications. Publik menyukai konten KDM karena memenuhi kebutuhan informasi, hiburan, identitas diri, dan integrasi sosial. Pria yang sering juga mengaku sebagai Haji Udin, juragan beras dari Majalengka ini, memosisikan dirinya sebagai sumber empati dan solusi dalam dunia yang penuh ketimpangan, ini sebuah pencitraan yang sangat ‘menjual’.
Dari sisi teori Agenda Setting dan Framing, KDM tidak menunggu media mainstream, ia membingkai (frame) sendiri narasi lewat kontennya. Ia mengatur agenda publik dengan menyoroti isu-isu sosial minor namun menyentuh hati (kemiskinan, kakek pemulung, rumah reyot, penjual kue, nenek penjual sayur, hingga sopir truk).
KDM mengadopsi gaya populis yang membelah elit versus rakyat. Ia membangun citra sebagai “wakil rakyat kecil”, bukan sebagai bagian dari elite politik.
Lalu, gaya komunikasi apa yang bisa diadopsi dari sosok KDM? Ia memiliki gaya komunikasi humanis dan naratif (human-centered storytelling) dengan prinsip: menampilkan cerita nyata rakyat kecil, bukan sekadar angka program.
Ia turun langsung ke lapangan, merekam kisah pribadi (petani, pemulung, janda miskin) sebagai narasi. Daripada bicara “penurunan kemiskinan 0,5%”, KDM memilih tampilkan video nyata pemberian rumah ke nenek sebatang kara.
KDM membingkai kontennya dengan kulturalisme dan bahasa lokal. Ia mengangkat budaya dan bahasa lokal sebagai kekuatan komunikasi identitas. Gunakan pakaian adat, istilah daerah, kearifan lokal saat berinteraksi atau membuat konten.
Gayanya authenticity over scripted messages dengan prinsip jangan terlalu banyak gimmick formal. Jadilah autentik, spontan, dan apa adanya. Sapa warga sambil makan di warung, duduk di kursi bambu, menangis atau tertawa bersama warga.
Kemudian, mobile-first communication dengan konten yang memang dirancang untuk media sosial, bukan konten TV yang dipotong. Produksi video 2–5 menit, close-up wajah, subtitle, gaya bicara langsung ke kamera.
Ingat, content is character (konten adalah citra). Pemimpin membangun citra bukan lewat slogan, tapi lewat aksi yang terekam dan dibagikan. Tidak banyak berbicara soal “saya”, tapi perlihatkan tindakan.
Singkatnya, KDM menampilkan citra bukan pencitraan. Jadi, perkuat tim mediamu, kawan. Bangun citramu secara konsisten dan jangan andalkan buzzer politik berbayar. (***)
Salam,
Amiruddin Sormin (Wartawan Utama)
#Berikan Komentar
191
08-Jun-2025
204
08-Jun-2025
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia