Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Kasus 'Dugem' Wakil Ketua DPRD Lampung, Pers Bukan Pencungkil Batu
Lampungpro.co, 17-Feb-2022

Amiruddin Sormin 3354

Share

TABIKKK PUUUNNNN....

Bagi saya, setiap orang punya wilayah privacy, siapa pun dia. Termasuk dia mau dugem lalu guling-guling hingga koprol sambil bilang woooww.... Itu urusan privacy, sepanjang tidak ada yang keberatan dan mengadukannya ke aparat hukum. 

Tapi ketika wilayah privacy itu masuk ranah hukum karena ada pengaduan ke aparat kepolisian, itu jadi ranah publik. Pers berhak mengikuti kasusnya. 

Apalagi pihak pengadu pernah mengundang awak media menggelar konferensi pers untuk mempublikasikan kasusnya. Jelas, itu sudah ranah publik, karena pernah dipublikasikan.

Kasus privacy yang berkembang menjadi ranah publik itulah yang kemudian menyeret FS yang kini menjabat Wakil Ketua DPRD Provinsi Lampung. Tuduhannya amat serius, pelecehan seksual dan penganiayaan. 

Meski kemudian FS membantahnya lewat akun Facebook dan belakangan seorang mahasiswi yang semula mengaku sebagai korban, juga ikut-ikutan membantah setelah FS membantah, bagi saya biarlah aparat hukum yang membuktikan dan menjelaskan kebenarannya. Poin penting bagi saya adalah kebiasaan memperalat media massa untuk kepentingan pribadi, harus dihentikan dan dikasih pelajaran.

Munculnya istilah 'ada udang di balik batu' berasal dari praktek seperti itu. Waktu kecil, saya dan kawan-kawan sering mencari udang di sungai yang bersembunyi di balik batu. Untuk menangkapnya, kami bagi peran. 

Ada yang mencari kayu untuk mencungkil batu. Lalu, ada yang bersiap menangkapnya, ketika udang keluar dari batu, setelah dicungkil pakai kayu. 

Dalam berbagai kasus, pers itulah yang menjadi kayu untuk menangkap udang. Ironisya, setelah udang tertangkap kayu pun dibuang karena tak diperlukan lagi. 

Bukan satu dua kasus seperti itu terjadi di depan mata saya. Jumlahnya bahkan bisa ribuan. Ketika nego buntu, pers kemudian diundang untuk mempublikasikannya dan ketika mangsa bisa diajak '86', pers pun dibuang, seperti kayu pencungkil batu tadi.

Biar ngak tuman, saya mendorong organisasi profesi pers agar membawa masalah ini ke ranah hukum. Jangan sampai 'orang yang makan nangka, pers yang dapat getahnya'. 

Harus ada pelajaran bagi siapa pun yang punya kebiasaan memperalat pers demi '86' agar tidak mempermainkan ranah publik. Kemudian memberi pelajaran agar tak mempermainkan marwah pers dan profesi pers untuk mengintimidasi mangsa demi kepentingan pribadi. 

Salam,

 

Amiruddin Sormin
Wartawan Utama

 

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya

Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved