Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Kemitraan GGP-Petani Berbasis Industri 4.0 Bawa Pisang Mas Tanggamus Tembus Dunia
Lampungpro.co, 05-Aug-2020

Amiruddin Sormin 5087

Share

Proses pengepakan Pisang Mas Tanggamus sebelum diekspor di Packing House Kelompok Tani Arjuna, Pekon Sumber Rejo, Tanggamus, Rabu (5/8/2020). LAMPUNGPRO.CO/AMIRUDDIN SORMIN

SUMBER REJO (Lampungpro.co): Jangan bayangkan petani itu selalu tampil kucel, bercaping, bawa sabit, dan pacul. Di sembilan kecamatan Kabupaten Tanggamus dan tiga di Kabupaten Lampung Barat, petani kini juga bawa smartphone berbasis Android ke ladang.

Di dalam smartphone itu ada aplikasi e-Grower yang menuntun petani menghasilkan Pisang Mas Tanggamus berkualitas ekspor. Lewat aplikasi ini, petani tahu jadwal tanam yang tepat, panduan menanam, hingga sarana komunikasi antar petani, kelompok tani, dan sesama mitra usaha. 

"Aplikasi menjadi panduan bagi petani bagaimana budidaya pisang standar ekspor. Namun tetap ada sekolah lapang dan kunjungan penyuluh ke lapangan, untuk memastikan petani mengikuti panduan yang ada di aplikasi. Mengajak petani berbasis online ini butuh waktu, karena jarinya jempol semua," kata Waliyuddin, Department Head Tanggamus Operation PT Great Giant Pineapple (GGP) sambil berkelakar kepada Lampungpro.co, di Pekon Sumber Agung, Kecamatan Sumber Agung, Tanggmus, Selasa (4/8/2020).

Berkat aplikasi ini, petani tidak lagi sekedar bersandar pada 'rezeki anak saleh'. Tapi menjadi bagian industri hortikultura berbasis 4.0 alias berbasis digital yang terukur hasilnya. Konsep digital global inilah yang dicanangkan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat meluncurkan Kawasan Industri Holtikultura di Pekon Margoyoso, Kecamatan Sumber Rejo, Tanggamus, 25 Maret 2019.

Saat meluncurkan kawasan industri hortikultura berbasis 4.0 pertama di Indonesia itu, Menteri Airlangga Hartarto sempat bernostalgia saat ayahnya yang juga Menteri Perindustrian Hartarto (Kabinet Pembangunan IV 1983-1988 dan Kabinet Pembangunan V 1988-1993) meresmikan kawasan hortikultura PT GGP di Terbanggi Besar, Lampung Tengah. "Saya bersyukur bisa meneruskan apa yang dirintis Ayah, yakni menciptakan banyak kawasan industri hortikultura," kata Airlangga.

Cita-cita itu bukan datang ujug-ujug. Rintisannya sejak 2016, ketika Direktur PT GGP, Supriyono Lukito, membawa bibit pisang mas dari Lumajang, Jawa Timur. Kala itu, GGP harus bekerja ekstra keras meyakinkan petani mau diajak repot bertanam pisang, dari biasanya cuma dibiarkan ke perkebunan intensif.

Persiapan pengepakan Pisang Mas Tanggamus di Packing House Kelompok Tani Arjuna, Sumber Rejo, Tanggamus, Selasa (4/8/2020). LAMPUNGPRO.CO/AMIRUDDIN SORMIN

Awalnya, lahan yang ditanami pisang mas cuma seluas 0,5 hektare. Namun melihat hasil yang menggiurkan, dua tahun kemudian kerja sama berkembang menjadi 400 hektare sejak 2017. Pisang Mas Tanggamus pun diekspor ke Malaysia dan Singapura dengan rata-rata jumlah ekspor satu kontainer setiap pekan. 

Perlahan pamor pisang mas dari Lumajang yang kemudian bernama Pisang Mas Tanggamus itu mulai jadi buah bibir di kalangan petani karena rutin diekspor ke mancanegara. "Rasanya renyah, legit, dan manis. Ada yang menyebutnya pisang madu. Permintaannya luar biasa banyak, hingga kami belum bisa memenuhi semua permintaan ekspor," kata Ketua Kelompok Tani Arjuna, Mujianto, di Packing House, Dusun IV Sailing, Pekon Sumber Rejo.

Kini, kemitraan GGP dan petani mencakup lebih dari 400 hektare dengan melibatkan 521 petani di dua kabupaten. Perusahaan swasta terbesar penghasil produk hortikultura di Indonesia itu, merangkul petani dengan konsep corporate shared value (CSV). Konsep kolaborasi itu dijalankan bersama dengan petani, kelompok usaha tani, dan koperasi usaha tani yakni Koperasi Hijau Makmur.

BACA JUGA: Berkat Konsep CSV, Petani Kopi dan Padi pun Minat Tumpang Sari Pisang Mas Tanggamus

Menurut Government Relations and External Affair Director GGP, Welly Soegiono, melalui CSV pihaknya berharap bisa menyejahterakan petani karena dikerjakan bersama dan hasilnya dinikmati bersama. Lewat konsep ini, petani mendapat jaminan bibit unggul, sarana produksi, dan kepastian harga jual yakni Rp2.500/kg yang ditetapkan lewat kontrak. 

Padahal, harga jual rata-rata pisang petani di Tanggamus cuma Rp1.000/kg. "Kemitraan pola CSV ini ditargetkan memacu peningkatan daya saing global sektor industri makanan dari Lampung, khususnya Tanggamus," kata Welly Soegiono.

Provinsi Lampung kini bisa menambah daftar komoditas ekspornya dengan Pisang Mas Tanggamus dari yang biasanya didominasi pisang Cavendish. Volume ekspornya memang belum sebanyak Cavendish yang mencapai 14.757 ton per tahun di 2017. "Kami baru mampu mengekspor 4 kuintal per minggu atau 1,5 ton hingga 2 ton per bulan," kata Mujianto yang dikenal warga sebagai Joyo Kumis itu.  

Namun harapan baru telah ditanam di hamparan luas perbukitan dan persawahan Tanggamus dan Lampung Barat. Luas lahan Pisang Mas Tanggamus yang dikelola secara kemitraan sejak 2017 terus bertambah dari tahun ke tahun. Terlebih, pasar global hortikultura masih membentangkan karpet merah untuk Pisang Mas Tanggamus. (AMIRUDDIN SORMIN/PRO2)
 

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya

Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved