"Dia menanggapi nanti akan dikasih, lalu kasih pekerjaan kemudian wajib membayar setoran 20 persen dari nilai proyek. Saat itu Hermansyah memploting proyek senilai Rp7 miliar, teknis selanjutnya diberikan ke anggota DPRD Lampung Agus Bhakti Nugraha (ABN)," kata WL dalam persidangan.
Selanjutnya ia diminta menyerahkan fee 20 persen itu melalui ABN, kemudian WL mengerjakan proyek dengan menyewa perusahaan saudaranya, karena ia tidak memiliki perusahaan yang berkaitan dengan kontraktor. WL kemudian menyerahkan uang ke ABN Rp1,4 miliar, yang ditaruh di dalam kantong kresek.
Kemudian pada 2018 ikut proyek lagi, prosesnya langsung dikasih pekerjaan lewat Anjar Asmara. Prosesnya saat itu diberi kepercayaan mendapat paket Rp7,5 miliar, dia datang ke kantor saya di Kantor DPD PAN Bandar Lampung," ujar WL.
Selanjutnya dari nilai proyek itu, WL kembali diminta fee 10 persen dari nilai proyek sekitar 250 juta. Setelah itu ia berkomunikasi dengan Syahroni, untuk bertemu di Hotel Aston Bandar Lampung. Saat pertemuan, disampaikan pesan Anjar ada kegiatan untuk WL dalam bentuk catatan tulisan.
Selanjutnya WL memberikan uang ke Anjar Asmara karena dia yang minta. Kesepakatan fee dua bulan setelahnya, saat itu bilang minta dibantu diminta pertama Rp500 juta lalu Rp250 juta total Rp750 juta. Terkait proyek di tahun 2017, WL mendapat 11 paket pekerjaan, lalu pada 2018 juga mendapat 11 paket.
Dari pemberitaan di atas, tampak terang benderang adanya perbuatan suap atau gratifikasi sebagai kejahatan korupsi. Suap sebagai kejahatan korupsi memang merupakan suatu ketentuan baru yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UUTPK) yang mulai diundangkan dengan UU No 3 Tahun 1971 dan kemudian diganti dengan UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001. Tetapi semua ketentuan tentang suap tersebut dioper dari KUH Pidana dalam kaitan dengan tindak pidana jabatan (ambs delicten).
Pasal-pasal KUHP yang dioper ke UUTPK adalah Pasal 209 KUHP yang mengatur penyuapan aktif (actieve omkooping atau active bribery) terhadap pegawai negeri dan Pasal 419 KUHP yang mengatur penyuapan pasif (passieve omkooping atau passive bribery) yang mengancam pidana terhadap pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji. Kemudian Pasal 210 KUHP yang mengatur penyuapan terhadap hakim dan penasihat hukum di pengadilan serta Pasal 420 KUHP yang mengatur tentang hakim dan penasihat hukum yang menerima suap. Perluasan tindak pidana suap dalam bentuk gratifikasi yang diatur dalam Pasal 418 KUHP kemudian juga dioper menjadi tindak pidana korupsi dengan merumuskan gratifikasi sebagai pemberian hadiah yang luas dan meliputi pemberian uang, barang, rabat/diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Berikan Komentar
Pemkot Bandar Lampung tak perlu cari TPA baru sebagai...
445
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia